Kisah Dokter Kontroversial yang Cangkok Testis Monyet ke Manusia

Naviri Magazine - Kisah kontroversial dr Henry Leighton Jones kembali heboh jadi perbincangan. Pria yang mulanya memulai karier menjadi apoteker di Sydney, Australia, ini terkenal karena mencangkok testis monyet ke manusia.

Aksinya ini dilakukan dengan harapan membantu memperpanjang usia hingga 100 tahun. Tidak sedikit yang memanggil dirinya adalah ilmuwan gila di masa lalu. Sebab, praktik dan standar yang dilakukan tidak sesuai dengan etika kedokteran.

Namun, pendekatan kontroversialnya dinilai mengungkap wawasan tentang operasi transplantasi kelenjar yang diyakini beberapa orang, sebagai rujukan pendahulu untuk obat-obatan dan prosedur menyelamatkan jiwa. Bahkan, beberapa praktiknya masih digunakan sampai sekarang.

"Dia menjadi terobsesi dengan keinginan untuk [mengobati orang] yang dianggap kekurangan hormon, termasuk mereka yang pikun atau impoten sebelum waktunya," demikian bunyi makalah tahun 1977 yang diterbitkan dalam The Medical Journal of Australia.

"Antara 1931 dan 1941, dia melakukan empat cangkok tiroid, salah satunya dianggap paling tidak untuk sementara sangat sukses."

"Dia melakukan setengah lusin cangkok ovarium, sekali menggunakan ovarium monyet hamil, dan sekitar tiga puluh cangkok testis pada pasien berusia antara 24 dan 72 tahun," lanjut keterangan yang dikutip dari IFL Science.

Leighty Jones tak sendiri, dirinya bekerja sama dengan ahli lain, sesama penggemar transplantasi testis monyet, yaitu ahli bedah Prancis Serge Voronoff, pada tahun 1929. Jones belajar sendiri bahasa Prancis sehingga dia bisa membaca karya Voronoff.

Studi Leighton Jones terkait dengan endokrinologi, atau studi tentang hormon dan penyakit terkait. Menurut Tragic Australia, sebuah buku yang merinci kisah-kisah dari sisi gelap sejarah Australia, Voronoff percaya bahwa penuaan adalah hasil dari sekresi endokrin yang melambat, terutama hormon seks.

Karenanya, dia mulai berusaha untuk meremajakan pasien manusia dengan secara esensial mengisi sekresi endokrin mereka dengan organ seks hewan lain. Monkey Jones pergi ke Paris untuk membantu Voronoff dalam operasi pencangkokan, dan menikahi sekretaris Voronoff sebelum kembali ke rumahnya di Lake Macquarie, Australia.

Saat kembali, ia membangun kandang monyetnya sendiri. Kemudian akan menampung monyet Rhesus donor yang dipilih secara khusus (Macacus rhesus), yang dapat dia akses karena persahabatan yang terjalin di Singapura dengan Sultan Johore.

Ditugaskan dengan pengelompokan darah dan pencocokan silang pasien dengan monyet donor, Leighton-Jones meresepkan dua minggu, makan yang baik, berolahraga, dan tidak minum alkohol kepada calon penerima testis monyet. Monyet ditempatkan di bawah anestesi umum dan karena itu tidak sadarkan diri, tetapi kadang-kadang hanya anestesi lokal yang diberikan kepada penerima.

Pasokan monyet Rhesus yang terhenti membuat Leighton-Jones berhenti sejenak untuk berpikir, dan dia menggunakan waktu ini untuk mendokumentasikan pekerjaan dan penemuannya dalam sebuah makalah. Itu diterima untuk dipresentasikan pada pertemuan pascasarjana di Rumah Sakit Newcastle, tetapi Leighton-Jones akhirnya meninggal karena serangan jantung sebelum dia bisa menyampaikannya.

Pencatatan Leighton-Jones dikatakan sempurna, dilaporkan berusaha keras untuk selalu memberitahu pasien sebelum dan sesudah perawatan, melindungi privasi mereka dengan penggunaan kode. Sayangnya, kunci kode ini tidak dapat ditemukan setelah ia meninggal, dan dokumen-dokumen tersisa dimusnahkan oleh istrinya di bawah instruksi ketat suami jika ia meninggal sebelum waktunya.

Dengan demikian, ada sedikit informasi tentang karirnya di catatan publik meskipun karyanya dibahas dalam publikasi A History of Eraring and its School oleh penulis Doug Saxon.

Barang-barang koleksi di Perpustakaan Nasional Australia bahkan memuji dia karena menemukan 'faktor Rhesus' dalam aglutinasi darah bertahun-tahun sebelum dipopulerkan oleh Landsteiner dan Wiener pada tahun 1941, meskipun tampaknya ada bukti terbatas untuk mendukung hal ini.