Media Sosial dan Generasi Paling Narsis Sepanjang Zaman


Naviri Magazine - Menjadi narsis bisa dialami setiap orang, meski kadarnya mungkin berbeda, dan cara yang digunakan untuk narsis juga bisa berbeda. Yang jelas, ada banyak orang yang narsis, ingin memamerkan apa pun terkait dirinya, untuk mendapatkan apresiasi, komentar, pujian, dan semacamnya.

Keinginan untuk narsis itu seperti mendapat wadah yang tepat, ketika internet menyediakan berbagai media sosial. Facebook, Instagram, hingga Twitter, bisa menjadi sarana orang-orang narsis untuk menunjukkan diri.

Facebook menjadi salah satu medium di mana orang-orang narsis bisa tampil. Orang orang yang mungkin tak percaya diri di dunia nyata, merasa diberi tempat di Facebook. Mereka yang memiliki narsisisme yang tinggi menulis status, memposting foto dirinya sendiri menggunakan kutipan serta motto untuk memuji diri sendiri. 

Media sosial memberi kita kesempatan untuk membagi segala yang paling privat kepada publik. Kompilasi riset yang dilakukan oleh bestcomputerscienceschools.net menunjukkan bahwa perilaku gangguan narsisis pada individu membuat seseorang berpusat pada dirinya sendiri. Ini berpengaruh kepada bagaimana ia memperlakukan orang lain. 

Gangguan ini membuat perilaku narsisis lebih senang didengar daripada mendengar, lebih suka mengoreksi daripada membenarkan, dan lebih suka mendominasi perbincangan daripada berbagi forum.

Rawhide, sebuah organisasi yang membantu remaja di Wisconsin, juga memeriksa pengguna media sosial. Mereka yang terobsesi dengan selfie dan perilaku narsisistik memiliki potensi gangguan kejiwaan. Tapi yang menarik adalah beberapa temuan mereka terkait perilaku remaja di media sosial. 

Misalnya, lebih banyak orang yang mati karena selfie daripada serangan hiu. Sebesar 55 persen milenial pasti pernah mengambil selfie dan menyebarkannya via media sosial. Dari semuanya, 74 persen gambar yang dibagikan melalui medium Snapchat adalah selfie.

Salah satu indikasi yang mungkin bisa dipertimbangkan untuk mengetahui seberapa narsisis generasi hari ini adalah temuan Rawhide tentang selfie. Mereka menyebutkan 1.000 selfie diposting di Instagram setiap 10 detik, atau 93 juta selfie setiap hari. Ini setara 2.583.333 roll film. 

Dari angka itu, 19 dari 20 remaja yang ada saat ini pernah selfie. Gejala over sharing menjadi perilaku yang sangat berbahaya, seseorang bisa menjadi korban kejahatan seksual dan juga perdagangan manusia ketika segala yang privat dilempar ke publik.

Perilaku mengunggah selfie merupakan satu laku kecil tentang narsisisme. Aj Agrawal mengungkapkan bahwa sering berganti profil picture juga menjadi standar indikator seseorang narsisis. 

Mereka yang ketagihan mengunakan media sosial juga menghabiskan banyak waktu di media sosial daripada berinteraksi dengan manusia langsung. Mereka yang gemar twitwar dan berdebat di media sosial juga punya indikator untuk dipuja sebagai yang mahabenar.

Para peneliti mempublikasikan riset menarik dalam Journal Computers in Human Behavior, bahwa remaja menggunakan Twitter sebagai megafon untuk menunjukkan tendensi narsisistik mereka. Mereka ingin didengar dan dianggap punya pendapat untuk setiap hal yang ada. 

Sementara, Facebook menjadi ajang bagi orang paruh baya untuk dianggap bijak, penting, dan berpengetahuan, melalui citra tertentu. Keduanya menemui satu hal yang sama, Facebook dan Twitter digunakan remaja atau orang dewasa untuk meringankan beban mereka, tapi membuat mereka makin kesepian.

Related

Internet 5403073317420381117

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item