Aplikasi PeduliLindungi Akan Diwajibkan di Indonesia, Ini Komentar Warga


Pemerintah mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan memberikan sanksi administratif kepada mereka yang tidak memakai aplikasi tersebut selama masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. 

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bahkan minta pemerintah daerah mengeluarkan aturan yang memaksa semua pihak menggunakan aplikasi tersebut. Pemerintah ingin penggunaan PeduliLindungi di masa Natal dan Tahun Baru menjadi momentum kesadaran publik. 

“Hari ini saya keluarkan surat edaran agar para gubernur membuat Peraturan Kepala Daerah. Itu sebentar saja dibuat dan isinya di antaranya adalah agar di ruang-ruang publik menerapkan aplikasi PeduliLindungi dan kemudian menegakkannya, berikut memberi sanksi administrasi,” kata Tito. 

Tito mencontohkan sanksi administrasi yang diberikan, seperti pencabutan izin usaha pada waktu tertentu. 

Setelah masa Natal dan Tahun Baru berakhir, Kemendagri berencana mendorong Peraturan Kepala Daerah yang diterbitkan berubah menjadi Peraturan Daerah, maka pemerintah bisa menerapkan hukuman denda dan pidana. 

“Sehingga bisa memberi sanksi denda bagi tempat-tempat usaha restoran, mal dan lain-lain yang tidak menerapkan aplikasi PeduliLindungi," kata dia. 

Sementara Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berkata, pendekatan keras (koersif) membuat masyarakat agar sadar untuk menggunakan aplikasi tersebut. 

“Mudah-mudahan setelah ada pendekatan koersif yang nanti akan diatur oleh Surat Edaran Mendagri dan Peraturan Kepala Daerah masing-masing, pasca-Nataru masyarakat sudah tidak lagi perlu didekati dengan koersif, tapi dengan kesadaran betapa pentingnya aplikasi PeduliLindungi untuk kepentingan bersama,” kata dia. 

Publik pun menyoroti rencana ancaman pidana itu. Nandaru, seorang karyawan swasta, menyatakan tanpa ada ancaman pidana pemerintah berlaku diskriminatif kepada rakyatnya. Terutama bagi mereka yang tidak memiliki ponsel pintar. 

“Terlalu berlebihan kalau sampai ada sanksi pidana, seolah kurang kreatif kalau pemerintah selalu pakai pendekatan koersif,” tutur dia. 

Nandaru berpendapat pemerintah tak perlu memberikan sanksi, tapi berikan ‘penghargaan’ bagi pengguna PeduliLindungi seperti setiap kali pengguna memindai kode bar, maka ia bisa mendapatkan poin. Poin-poin itu nanti bisa digunakan untuk diskon beli penganan atau belanja daring. 

Perlu Ditimbang Ulang 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyatakan ancaman sanksi pidana terlalu berlebihan. "Lebih baik pemerintah memperbaiki tata kelola pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 dibanding memberi ancaman yang menakut-nakuti warga yang dianggap tidak patuh," ucap dia. 

Tidak kalah pentingnya adalah kesetaraan layanan kepada seluruh warga negara. Tidak tebang pilih yang kemudian menyebabkan ketidakpercayaan dan antipati kepada inisiatif pemerintah, kata Beka. 

Sementara itu, Adinda Tenriangke Muchtar, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, berujar pemerintah harus menimbang masak-masak soal rencana penerapan sanksi. Bukan berarti aplikasi tersebut tidak bisa menelusuri penyebaran virus di publik, tapi aplikasi itu bukan mencegah penyebaran COVID-19. 

"Intervensi pemerintah melalui kebijakan, bisa membantu. Tapi tidak menjadi alat utama untuk mencegah mobilitas," kata dia. 

Alasannya, ada aplikasi PeduliLindungi maupun surat edaran pemerintah, dan sanksi, publik juga tahu bahwa ada aturan lain yang kerap berubah dan membingungkan masyarakat. Di tengah kebingungan, ada atau tanpa PeduliLindungi, masyarakat bermobilisasi sesuai kepentingan masing-masing. 

"Itu pun tergantung ketegasan tempat-tempat yang didatangi. Ada juga tempat yang keberatan menggunakan hal (aplikasi) ini," sambung Adinda. 

Apalagi aplikasi tersebut hanya bisa diakses menggunakan ponsel pintar dan terhubung dengan jaringan internet. Ada aspek teknis lain perihal penggunaan PeduliLindungi, seperti kemampuan literasi digital seseorang dan koneksi internet di sebuah tempat. 

Banyak instrumen kebijakan ihwal sanksi, namun yang penting adalah kesadaran masyarakat untuk taat protokol kesehatan. Adinda berpendapat pemerintah cenderung menghukum rakyat ketimbang mencegah terjadinya perkara. 

"Kenapa negara seperti itu? Apakah karena masyarakat tidak disiplin? Atau tidak disiplin karena tahu peraturan yang berubah-ubah?" ujar dia. 

Kalau hanya mengandalkan PeduliLindungi, kata dia, maka pemerintah perlu memikirkan juga bagaimana orang yang tidak memiliki ponsel, jaringan internet, maupun yang tidak bisa mengakses aplikasi itu. Belum lagi soal petugas yang bisa saja kelelahan untuk memeriksa orang yang mengakses aplikasi itu sebelum masuk ke sebuah tempat. 

"Artinya, bisa jadi sebagian bisa mengikuti ketentuan itu, tapi sebagian lainnya memang tidak terdata," kata Adinda. 

Bodhiya Vimala, seorang warga lainnya, menilai aplikasi PeduliLindungi masih ada kekurangan yang berimbas merugikannya. Misalnya, ketika ia gagal memindai kode bar. Dia sempat mengira itu perkara sinyal, tapi ternyata tidak. 

“Bukan masalah sinyal, tapi masalah di PeduliLindungi-nya. Perbaiki dahulu sistem PeduliLindungi. Percuma mewajibkan masyarakat, tapi mengancam,” kata dia. 

Dia menanyakan apa guna PeduliLindungi kalau hanya sebagai cara menunjukkan kartu vaksinasi? Padahal sertifikat vaksinasi itu bisa dicetak, artinya sistem manual masih bisa menunjang aktivitas yang berkaitan dengan PeduliLindungi. Berarti masyarakat bisa masuk ke mal tanpa perlu memerlihatkan kartu vaksinasi melalui PeduliLindungi. 

Umi Setyawati, pekerja swasta, berpendapat pemerintah perlu menawarkan solusi masuk akal soal perkara ini. “Ancaman pidana itu tak sebanding, tidak perlu. Bukan sanksi (yang harus diberikan pemerintah), tapi penghargaan (kepada rakyat) seperti vaksinasi booster atau ponsel baru,” kata dia. 

Tuntutan bagi pemerintah memberikan vaksin booster ketimbang memenjarakan warga, turut diutarakan oleh Thea. 

“Zaman lagi susah. Masyarakat sekarang lagi bertahan hidup, kalau pemerintah mengesahkan aturan ini sama saja bunuh rakyat perlahan-lahan. Selama internet dan penggunaan ponsel pintar belum merata, sanksi ini tidak relevan. Kenapa tidak memperkuat imun warga dengan mulai kasih vaksin booster lebih cepat?” kata dia. 

Related

News 1256367024577543639

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item