Sejarah Keluarga Rothschild dan Asal Usul Konspirasi (Bagian 1)


Naviri Magazine - Di kalangan penggemar konspirasi, ada satu nama yang kerap disebut-sebut, yaitu Rothschild atau Keluarga Rothschild. Di dalam teori konspirasi, Keluarga Rothschild dianggap sebagai dalang segala masalah yang ada di dunia, dari peperangan, utang yang mencekik negara-negara di dunia, sampai berbagai hal keji lainnya. Benarkah semua anggapan atau tuduhan itu?

Terlepas dari benar atau tidaknya, kenyataannya Keluarga Rothschild memang benar-benar ada, bahkan dapat ditelusuri riwayatnya. Ada banyak sekali literatur yang mengungkapkan asal usul Keluarga Rothschild, serta bagaimana mereka—beserta komplotannya—bisa dituduh sebagai dalang dan konspirator atas berbagai peristiwa yang terjadi di dunia.

Sejarah Rothschild, bank Inggris, dan The Fed

Rothschild adalah dinasti Yahudi Bavaria (Jerman) yang memiliki arti sebagai “Tameng Merah”. Dalam bahasa Inggris disebut “Red-Shield”. Dinasti Rothschild yang melegenda dan sangat berkuasa hingga kini berawal dari sejarah Eropa di abad ke-18 Masehi dengan kelahiran seorang bayi Yahudi Jerman yang kemudian diberi nama Mayer Amshell Bauer. 

Mayer Amshell Bauer lahir di tahun 1743 di sebuah perkampungan Yahudi di Frankfurt, Bavaria. Ayahnya bernama Moses Amschell Bauer, yang bekerja sebagai rentenir dan tukang emas yang berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari kota yang satu ke kota lainnya.

Bakat Moses sebagai rentenir kelak akan diteruskan dan dikembangkan oleh anak-cucunya. Kelahiran Mayer membuat Moses menghentikan bisnis ‘nomaden’nya, dan menetap di sebuah rumah agak besar di persimpangan Judenstrasse (Jalan Yahudi) kota Frankfurt. 

Di rumah itu, Moses membuka usaha simpan-pinjam uangnya. Di pintu masuk kedai rentenir miliknya, Moses menggantungkan sebuah Tameng Merah sebagai merk dagangnya: Rothschild.

Sedari kecil, Mayer Amshell dikenal sebagai anak cerdas. Dengan tekun, sang ayah mengajari Mayer segala pengetahuan tentang bisnis rentenirnya. Moses juga sering menceritakan pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari berbagai sumber. Moses sebenarnya ingin menjadikan Mayer sebagai pendeta Yahudi. Namun ajal keburu menjemputnya sebelum sang anak tumbuh dewasa. 

Sepeninggal ayahnya, Mayer sempat meneruskan usaha ayahnya di rumah. Namun tidak lama kemudian Mayer ingin belajar lebih mendalam tentang bisnis uang. Akhirnya ia bekerja di sebuah bank milik keluarga Oppenheimer di Hanover.

Di bank ini, Mayer dengan cepat menyerap semua aspek bisnis perbankan modern. Kariernya pun melesat, bahkan sang pemilik bank yang terkesan dengan Mayer menjadikannya sebagai mitra muda dalam kepemilikian bank tersebut.

Setelah merasa cukup banyak menimba ilmu tentang bisnis perbankan, Mayer kembali ke Frankfurt, meneruskan usaha ayahnya yang sempat dilepaskannya untuk beberapa waktu. Mayer telah berketetapan hati, bisnis uang akan dijadikan sebagai bisnis inti keluarga.

Ia akan mendidik anak-anaknya kelak dengan segala pengetahuan tentang bisnis penting tersebut, dan menjadikannya keluarga besar penguasa bisnis perbankan Eropa dan juga dunia.

Salah satu langkah yang diambil Mayer adalah dengan mengganti nama keluarga ‘Bauer’ yang dalam bahasa Jerman berarti ‘Petani’, dengan merk dagang usahanya, yakni ‘Tameng Merah’ (Rothschild). Mayer sendiri memakai gelar Baron Rothschild I.

Masuk kalangan istana

Berkat kepiawaiannya, usaha rumahan itu berkembang pesat. Rotshchild I mulai melobi kalangan istana. Orang yang pertama ia dekati adalah Jenderal von Estorff, bekas salah satu pimpinannya ketika masih bekerja di Oppenheimer Bank di Hanover. 

Rothschild I mengetahui benar, sang jenderal memiliki hobi mengumpulkan koin-koin kuno dan langka. Dengan jeli, Rothschild memanfaatkan celah ini untuk bisa dekat dengan sang jenderal.

Untuk menambah perbendaharaan koin-koin kuno dan langka, Rotshchild menghubungi sesama rekannya dalam jaringan orang Yahudi yang dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan benda-benda tersebut. Sambil membawa barang yang sangat diminati Jenderal von Estorff, Rothschild I menemui sang jenderal di rumahnya, dan menawarkan semua koin itu dengan harga sangat murah.

Jelas, kedatangan Rotshchild disambut gembira sang jenderal. Bukan itu saja, rekan-rekan dan teman bisnis sang jenderal pun tertarik dengan Rothschild, dan jadilah Rotshchild diterima sepenuh hati dalam lingkaran pertemanan dengan Jenderal von Estorff.

Suatu hari, tanpa disangka-sangka, Rothschild I dipertemukan oleh Jenderal von Estorff dengan Pangeran Wilhelm secara pribadi. Pangeran ternyata memiliki hobi yang sama dengan jenderal. Wilhelm membeli banyak medali dan koin langka dari Rotshchild dengan harga yang juga dibuat miring. Inilah kali pertama seorang Rotshchild bertransaksi dengan seorang kepala negara.

Dari perkenalannya dengan Wilhelm, terbukalah akses Rothschild untuk membuat jaringan dengan para pangeran lainnya. Untuk membuat pertemanan bisnis menjadi pertemanan pribadi, Rotshchild menulis banyak surat kepada para pangeran yang berisi puji-pujian dan penghormatan begitu tinggi atas kebangsawanan mereka. Rothschild juga memohon agar mereka memberi perlindungan kepadanya.

Pada 21 September 1769, upayanya membuahkan hasil. Pangeran Wilhelm dengan senang hati memberikan restu atas kedainya. Rothschild pun memasang lambang principalitas Hess-Hanau di depan kedainya, sebagai lambang restu dan perlindungan Sang Pangeran. 

Lambang itu bertuliskan huruf emas dengan kalimat, “M.A.Rothschild. Dengan limpahan karunia, ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia Pangeran Wilhelm von Hanau.”

Keluarga Talmudian

Tahun 1770, saat berusia 27 tahun, Rothschild menikahi Guetele Schnaper yang masih berusia tujuh belas tahun. Dari perkawinannya, mereka dikarunia sepuluh orang anak. Putra-putranya bernama Amshell III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl), dan Jacob (James). 

Kepada anak-anaknya, selain mendidik mereka dengan keras soal pengetahuan bisnis perbankan dan aneka pengalamannya, Rothschild I juga menanamkan kepada mereka keyakinan-keyakinan Talmudian (bukan Taurat) dengan intensif.

Frederich Morton, penulis biografi Dinasti Rothschild, menulis, “Setiap Sabtu malam, usai kebaktian di sinagoga, Amshell mengundang seorang rabi ke rumahnya. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari kerja pun, Amshell sering terlihat mendaras Talmud… dan seluruh keluarga harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.”

Keluarga Rotschild merupakan keluarga Yahudi yang berpandangan Talmudian. Mereka sangat percaya bahwa tuhan, sesuai keyakinan dalam ayat-ayat Talmud, telah memilih bangsa Yahudi sebagai manusia super, satu-satunya ras manusia, sedangkan orang lain yang bukan Yahudi merupakan ras yang derajatnya sama dan setara dengan hewan. 

Mereka sama sekali tidak perduli dengan orang lain, dan hanya perduli dengan kepentingan sesama Yahudi Talmudian.

Wilhelm von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar) membuatnya disegani tidak saja di Jerman, tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. 

Baca lanjutannya: Sejarah Keluarga Rothschild dan Asal Usul Konspirasi (Bagian 2)

Related

History 3776947295430629514

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item