Kisah Brigjen Yehu: Hidup Sederhana, Inovator Teknologi Polri (Bagian 1)


Namanya adalah Brigjen Pol Drs. Yehu Wangsajaya, M. Kom (55). Meski menyandang pangkat jenderal bintang satu, sehari-hari dia menjalani hidup sederhana, dengan naik angkutan umum seperti TransJ atau MRT. Menariknya, di balik kesederhanaannya, dia juga seorang inovator teknologi di Polri.

Karena itu, Hambali (47) mengusulkan nama Brigjen Yehu sebagai salah satu kandidat penerima Hoegeng Awards 2023 melalui formulir online http://dtk.id/hoegengawards2023. Hambali mengenal Brigjen Yehu pada tahun 2017. Dia mengaku tidak punya hubungan kekerabatan dengan Yehu.

"Saya bergaul dengan beliau dari tahun 2017 waktu beliau masih Ses Kompolnas, saya ini kan orang biasa ya, dulu kerja di PU Kementerian, staf administrasi, kebetulan ada teman baik saya kenal sama beliau, ngajak ketemu, jadi saya ketemu, setelah itu bangun komunikasi biasa, jadi teman," kata Hambali.

Hambali menyebut Brigjen Yehu sebagai sosok polisi yang humble. Setiap hari Brigjen Yehu menggunakan TransJakarta atau MRT saat berangkat kerja dari kediamannya di Kebayoran Lama, menuju Mabes Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).

Hambali menyebut Brigjen Yehu dalam berkegiatan sehari-hari memang menggunakan transportasi umum, tanpa pengawalan. Akan tetapi, kata Hambali, Yehu tidak pernah membicarakan hal tersebut kepada dirinya.

"Dia kan bukan orang yang biasa menceritakan hal yang membanggakan, barangkali. Tapi saya tahu dia orang yang sederhana, kalau melihat kendaraannya orang yang biasa untuk setingkat Brigjen. Saya pernah ketemu di Bandung beberapa kali, mobil biasa, dia mobil biasa, mobil Innova. Sama lah kayak saya dulu ya, kalau Jenderal yang lain mobilnya nggak Innova ya," tutur Hambali.

Hambali memandang Brigjen Yehu sosok yang mudah bergaul dengan berbagai pihak. Hal itu dia ketahui ketika sudah mengenal dekat Brigjen Yehu.

"Saya lihat Brigjen Yehu tidak tergiur dengan pola-pola perwira tinggi Polri yang manipulasi kasus dan sebagainya, malah dia selalu mengutarakan polisi itu harusnya begini-begini. Dia juga punya filosofi kalau Polri itu seperti apa. Sepengetahuan saya selama ini iya (sederhana), tapi saya kan nggak tahu yang lainnya. Saya kan hanya tahu ngobrol sebentar-sebentar, saya nggak tahu kalau yang lain," jelasnya.

Brigjen Yehu mengaku menggunakan TransJakarta untuk berangkat dan pulang kerja sejak tahun 2013. Saat itu dia masih bertugas sebagai Kabag Pengembangan Multi Media Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), dengan pangkat Kombes.

"Itu 10 tahun yang lalu saya sudah dimasukkan (di berita), saya menggunakan TransJ, sampai Jenderal pun, baru tadi saya turun dari TransJ. Kayaknya, udah Jenderal naik TransJ? Saya pikir nggak ada yang terlalu wah, tapi di Indonesia menjadi inspirasi," kata Brigjen Yehu.

Brigjen Yehu tinggal di wilayah Kebayoran Lama, Jaksel, sejak 10 tahun yang lalu. Brigjen Yehu biasanya menggunakan TransJakarta dari dekat kediamannya menuju Mabes Polri, Kebayoran Baru. Turun dari halte, Brigjen Yehu kemudian berjalan kaki ke Mabes Polri.

"Saya polisi tapi di Kompleks Kostrad, dan itu sudah lama ya. 10 tahun saya sudah di situ, jadi rumah itu waktu saya AKBP sampai sekarang Jenderal ya seperti itu, karena menurut saya strategis tempatnya. Walaupun di Kompleks Kostrad saya aman, bisa dekat ke mana-mana, ke Kantor Mabes juga dekat, kalau mau naik busway tinggal jalan kaki itu udah ada haltenya," tutur dia.

Setelah ada MRT, Brigjen Yehu terkadang naik MRT ke kantor di Mabes Polri. Biasanya, Brigjen Yehu turun di Stasiun ASEAN.

"Dekat kan ASEAN ke Mabes Polri, jalan kaki. Saya mengajarkan ke bangsa Indonesia jangan sedikit-dikit naik motor, harus ada olahraganya juga. Terus kalau kendaraan umum yang udah difasilitasi oleh pemerintah nggak dipakai, siapa mau makai nanti," jelasnya.

Saat ditanya apa alasan Brigjen Yehu lebih memilih naik angkutan umum, dia mengaku ingin lebih dekat dengan masyarakat. Kesempatan itu dia pakai untuk menyerap aspirasi dari masyarakat.

"Saya juga senanglah kumpul bersama-sama masyarakat, gabung. Kalau mobil sendiri kan paling sama supir ngobrolnya, kalau masyarakat ngobrol kita banyak masukan, dan itu sudah saya lakukan sepuluhan tahun lalu," tutur dia.

Naik TransJakarta atau MRT, kata Yehu, juga bebas dari macet. Dia menyebut fasilitas transportasi yang telah disediakan oleh pemerintah harus digunakan oleh semua pihak.

"Udah pasti nggak macet, jadi enaklah. Sebenarnya enak, masyarakat kita dibawa ke situ, sampai nanti kita mengimbau pemerintah harus melengkapi fasilitas, jadi kemana-mana enak, gampang," tutur dia.

Selama 10 tahun naik transportasi umum itu, Yehu mengaku tidak pernah mendapatkan ancaman. Yehu biasanya menggunakan transportasi umum pada siang hari. Biasanya, Yehu naik angkutan umum tidak menggunakan seragam.

"Aman, karena kan setiap transportasi dijaga sama itu, ada penjaganya. Saya kan siang aja, kalau malam saya nggak pernah," tutur dia.

"Saya kan kalau naik angkutan umum pakai baju preman, baju biasa, nggak pakai seragam. Seragam saya taruh di kantor, nanti sampai kantor baru saya ganti seragam," imbuhnya.

Yehu menyebut bahwa mobil biasanya dipakai oleh anaknya. Sesekali, Yehu nebeng dengan anaknya ketika berangkat kerja.

"Kalau anak saya pas keluarnya bareng, saya ikut anak saya. Saya punya mobil, mobil saya Avanza, mobil saya dipakai anak saya, karena anak saya jauh, kuliahnya di Alam Sutra, satu, yang satu lagi dia kerja di Tambun, Bekasi, jadi saya kasih ke dia aja, saya kan dekat. Dulu waktu saya di Kompolnas saya jalan kaki malah," tutur dia.

Baca lanjutannya: Kisah Brigjen Yehu: Hidup Sederhana, Inovator Teknologi Polri (Bagian 2)

Related

Figures 2816907082809402799

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item