Polemik Hukuman Tembak Mati untuk Begal di Medan (Bagian 1)


Upaya penyelesaian masalah kejahatan jalanan dengan penembakan pelaku kembali menjadi perbincangan. Hal ini tidak lepas dari pernyataan Wali Kota Medan, Bobby Nasution yang mendorong tembak mati pelaku begal. “Bila perlu pelaku begal dan sejenisnya ditembak mati,” kata Bobby dalam keterangan di Medan, sebagaimana dikutip Antara. 

Hal ini tidak lepas dari keberhasilan Satreskrim Polrestabes Medan yang menembak mati pelaku begal sadis bernama Bima Bastian alias Djarot di daerah Deli Serdang, Sumatera Utara, Minggu (9/7/2023). 

Bobby menilai kejahatan seperti begal dan pelakunya tidak ada tempat di Medan. Aksi tersebut meresahkan sehingga tepat jika aparat bertindak tegas. Ia pun menilai, ketegasan tersebut bisa membuat begal jera. 

Namun, aksi Bobby justru menuai kritik, salah satunya dari Institute Criminal and Justice Reform (ICJR), lembaga yang berfokus pada isu hukum. ICJR mengingatkan bahwa ada regulasi penggunaan senjata api agar tidak sembarangan. 

“Kami perlu mengingatkan agar kepolisian tetap mematuhi peraturan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang diatur secara rinci dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009," kata peneliti ICJR, Girlie Aneira Ginting dalam keterangan tertulis. 

Aturan tersebut adalah pedoman Polri dalam menggunakan senjata sehingga terhindar penggunaan senjata berlebihan. Pasal 5 ayat (1) Perkap 1/2009 menjelaskan, sebelum melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu 6 tahapan tindakan sehingga ada prinsip yang harus dipenuhi. 

Kepolisian, kata Girlie, boleh menggunakan senjata api atau alat lain dengan tujuan untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan. Penembakan senjata api memang dapat dilakukan tanpa peringatan atau perintah lisan, tetapi hanya dalam keadaan apabila terdapat ancaman yang bersifat segera yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota polisi atau masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) Perkap 1/2009. 

Oleh karena itu, aparat disarankan hanya menggunakan senjata api untuk tindakan terakhir yang bersifat melumpuhkan. ICJR, kata Girlie, berharap agar Bobby tidak sembarangan dengan mendukung aksi penembakan penjahat. Ia mengingatkan dorongan kepala daerah dapat memicu aksi dugaan pelanggaran HAM di masa depan. 

"ICJR juga meminta Wali Kota Medan untuk berhati-hati bicara tembak mati pelaku kejahatan. Dorongan demikian dari kepala daerah dapat mengakibatkan situasi pelanggaran HAM yang serius dari mulai masalah prosedur sampai dengan salah sasaran," kata Girlie. 

ICJR juga meminta wali kota untuk mengedepankan pendekatan sistemik dalam menanggulangi kejahatan, wali kota memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat dan melindungi hak warganya, sekalipun pelaku kejahatan. 

“Untuk itu ICJR, meminta agar sekali lagi Wali Kota Medan berhati-hati menyampaikan komentar terkait tembak di tempat dan kepada aparat kepolisian agar tetap mematuhi peraturan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang diatur dalam secara rinci dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009) dan meminta agar setiap pelaku kejahatan untuk diadili melalui pengadilan yang adil, berimbang dan sesuai prosedur dalam menentukan yang bersangkutan benar bersalah atau tidak," kata Girlie. 

Kritik juga disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak KEkerasan (KontraS). Mereka menyoal sikap Bobby yang mendukung penembakan pelaku kejahatan. Mereka menilai Bobby perlu meminta maaf dan menarik pernyataannya meski memahami bahaya begal. 

“Kami memahami bahwa begal telah meresahkan dan merugikan masyarakat Kota Medan, namun pernyataan yang dilontarkan oleh Wali Kota Medan merupakan pernyataan abai terhadap HAM dan seolah-olah mendukung kepolisian untuk melakukan kesewenang-wenangan," ucap Wakil Koordinator Advokasi Kontras, Tioria Pretty dalam keterangan tertulis. 

Dalam penelusuran, gagasan tembak mati yang didukung kepala daerah baru dilakukan Bobby Nasution. Selama ini, narasi tembak mati penjahat kerap dilakukan para petinggi daerah di tubuh kepolisian seperti di Kota Padang, Jawa Barat pada 2022, hingga Polda Metro Jaya pada 2016. 

KontraS juga mengingatkan bahwa penggunaan senjata api sudah diatur lewat Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindak Kepolisian maupun Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia. 

Menurut KontraS, Bobby selaku kepala daerah harus mengedepankan upaya melindungi dan mengayomi rakyat. Tioria mengingatkan bahwa selama Juli 2022-Juni 2023 telah terjadi 29 peristiwa penembakan dengan total 41 korban meninggal. Selain itu, berdasarkan pemantauan KontraS setahun terakhir telah terjadi dua kasus extrajudicial killing dan empat kasus penyiksaan yang terjadi di Sumatera Utara. Hal tersebut membuat Sumatera Utara termasuk sebagai salah satu provinsi dengan jumlah kekerasan aparat tertinggi se-Indonesia. 

“Pernyataan dari Wali Kota Medan dapat melegitimasi tindakan semacam itu dan meningkatkan eskalasi kekerasan sehingga berpotensi menambah jumlah korban," kata Tioria. 

Baca lanjutannya: Polemik Hukuman Tembak Mati untuk Begal di Medan (Bagian 2)

Related

News 288032364913761568

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item