Mengkaji Kasus Korban Kejahatan yang Menewaskan Penjahat (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengkaji Kasus Korban Kejahatan yang Menewaskan Penjahat - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Menurut kepolisian, pencurian terjadi sekitar pukul 03.24 dini hari. Saat itu, M mendengar bunyi dari tali yang dipasang di kandang kambing yang dijaganya. Kemudian, M memergoki pelaku berinisial W sedang memegang leher kambing.

"Hasil keterangan dari saudara M, saudara M mengambil gunting yang ada di dekatnya, menghampiri dan mendekati saudara W, dan menusukkan gunting di bagian dada,“ kata Sofwan Hermanto.

Sofwan melanjutkan, ayah empat anak tersebut memberi keterangan kepada polisi, bahwa alasan menusuk gunting ke dada W karena saat itu terdapat golok yang terselip di pinggang pelaku maling itu.

"Namun, sampai saat ini kami belum mendapatkan keterangan saksi yang mendukung keterangan saudara M, yang mana saksi pada saat itu hanya saudara P atau rekan yang diajak mencuri oleh saudara W,“ tambah Sofwan. "Menurut keterangan dari saudara P, kondisi malam itu sangat gelap, bahkan tidak bisa melihat.“

Dari hasil penyelidikan, kepolisian mengumpulkan alat bukti berupa keterangan para saksi dan petunjuk berupa kroscek keterangan dari para saksi. Sementara barang buktinya adalah hasil otopsi, dan visum yang didukung keterangan ahli. “Ini yang menjadi pertimbangan kita menetapkan tersangka,“ kata Sofwan.

Di sisi lain, pengacara M, Syeh Hendrawan berkesimpulan saat peristiwa terjadi kliennya dalam keadaan terdesak dan terancam nyawanya. "Hasil daripada analisa kami, pada saat Pak M melihat di kandang kambing, ia sudah melihat dari pihak pelaku itu mengeluarkan senjata tajam dari serangkanya,“ katanya.

Menurut versi pengacara, pelaku pencurian yang tewas itu sebelumnya sudah menunjukkan indikasi serangan. "Akan tetapi dari Pak M sendiri lebih sigap daripada korban. Pada akhirnya, Pak M memenangkan duel,“ katanya, seraya menambahkan bahwa peristiwa ini terjadi di pekarangan milik M.

Hendrawan mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan argumentasi dan alat bukti yang menguatkan kliennya tidak bisa dipidana. "Dari alat bukti dan saksi-saksi, di mana saat terjadi di lokasi TKP, itu tidak ada saksi yang melihat adanya penusukan yang disengaja oleh Pak M,“ katanya.

Mahfud MD ikut menyoroti

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara dalam kasus pembunuhan terhadap pencuri di Banten ini. Menurutnya, seseorang yang melakukan tindak pidana dalam rangka membela diri atau karena keadaan terpaksa, tidak bisa dipidana.

"Jadi orang melakukan tindak pidana karena, satu, membela diri. Dua, karena keadaan terpaksa, menurut hukum tidak bisa dipidana," kata Mahfud Md kepada media, Jumat (15/12).

Ia memberi contoh kasus yang pernah melibatkan korban begal di Kota Bekasi, Jawa Barat, Irfan Bahri dan Ahmad Rofik. Keduanya membela diri dari begal bercelurit, sampai berakhir si pelaku tewas pada peristiwa 2018.

Baik Irfan dan Rofik ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan. Tapi saat itu, Mahfud MD melaporkan peristiwa ini ke Presiden Joko Widodo, "Ini enggak benar".

Setelah mendapat perhatian dari Istana, status tersangka Irfan dan Rofik dicabut. Keduanya justru mendapat piagam penghargaan dari polisi karena berani melawan begal.

"Saya lapor ke presiden, Pak ini enggak benar. Menurut undang-undang, orang yang begini tidak dihukum, malah kemudian ketika itu mendapat perhatian Istana," kata Mahfud.

Dalam kasus yang terbaru melibatkan pria Banten, kata Mahfud, tergantung dari pembuktiannya. "Apakah betul dia terpaksa. Tapi kalau orang membela diri, melindungi hartanya, melindungi jiwanyam itu tidak boleh dihukum," katanya.

Sejauh mana KUHP melindungi orang yang membela diri dari ancaman?

Peneliti hukum dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari mengatakan, Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lama maupun hasil revisi, tetap mengakomodir konsep daya paksa (overmatch) dan pembelaan terpaksa (noodweer). “Secara teori itu sudah clear,“ katanya.

KUHP yang baru termuat dalam Undang Undang No. 1 tahun 2023 tentang KUHP. Dalam Pasal 42 mengatakan: "Setiap orang yang melakukan Tindak Pidana, tidak dipidana karena: a. dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan; atau, b. dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari.“

Dalam KUHP yang lama, penjelasan soal ini ada juga dalam Pasal 48 yang berbunyi: "Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana."

Baca lanjutannya: Mengkaji Kasus Korban Kejahatan yang Menewaskan Penjahat (Bagian 3)

Related

News 2229861818791334819

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item