Hukum Alam Paling Brutal (3)

 Hukum Alam Paling Brutal

Naviri.Org - Artikel ini lanjutan artikel sebelumnya (Hukum Alam Paling Brutal ~ 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah artikel sebelumnya terlebih dulu.

Sekarang kita akan kembali pada persoalan utama. Sekarang kita akan mulai dari awal lagi. Gunakan atau kehilangan. Masih ingat hukum itu?

Kita telah mengetahui bahwa kita dilahirkan dalam keadaan suci. Hari ini, seiring dengan begitu banyak perbuatan buruk serta dosa yang telah kita lakukan, pernahkah kau bertanya pada diri sendiri, di manakah kesucian yang pernah kau miliki? Kau mungkin tidak bisa menjawabnya. Tetapi sekarang kau telah tahu bahwa kesucian yang pernah kau miliki pun kini telah hilang tersapu oleh badai hukum entropi. Mengapa? Karena kita terus-menerus mengotori kesucian itu dengan segala macam kekotoran!

Tetapi kau pun telah mengetahui, bahwa sekotor apa pun kesucian yang kita miliki, kita tetap bisa kembali pada kesucian itu, kita tetap bisa memiliki kembali kesucian itu. Bagaimana caranya? Hanya ada satu cara yang bisa kau pakai, yakni dengan mematuhi hukum entropi!

Hukum entropi menyatakan, “Gunakan atau kehilangan!” Kalau kita ingin kehilangan kesucian yang kita miliki, caranya gampang; jangan pernah gunakan kesucian itu dalam hidup kita. Tetapi jika kita tetap ingin bisa memiliki kesucian itu, maka gunakanlah. Bukankah begitu?

Imam Al-Ghozali mengatakan bahwa kesucian hati manusia seperti kaca yang bening. Sementara perbuatan dosa dan kekotoran yang kita lakukan seperti kotoran yang menempel dan melekat pada kaca yang bening. Apabila kotoran yang menempel semakin banyak, lama-lama kaca yang bening pun menjadi tak kelihatan lagi, dan untuk mengembalikannya kita harus terus-menerus berupaya membersihkan semua kotoran yang melekat pada kaca. Semakin kuat kita berusaha untuk membersihkan, semakin cepat pula hati kita yang bening akan kembali.

Tetapi jika kita malas dan tak mau membersihkannya, maka kaca bening itu pun akan dimusnahkan oleh hukum entropi. Akibatnya? Kita pun menjadi manusia yang tak lagi memiliki hati nurani.

Begitu pun halnya dengan statemen yang menyebutkan bahwa kita terlahir dalam keadaan jenius. Masih ingat masa kanak-kanakmu? Ketika kau masih anak-anak dan masih murni, kau sering ngobrol dengan teman-temanmu sesama anak-anak, dan kau bersama mereka membayangkan kehidupan di masa depan yang begitu indah, yang ada di dalam pikiranmu dan teman-temanmu.

Atau, ketika gurumu di depan kelas menanyakan kepadamu tentang cita-citamu, kau pun dengan penuh percaya diri menjawab ingin menjadi pilot, menjadi dokter, menjadi insinyur, menjadi apa pun yang kau yakini bisa kau raih dalam hidup. Dan begitu juga dengan kawan-kawanmu yang masih kecil waktu itu. Mereka juga penuh percaya diri, mereka begitu yakin pada semua cita-cita dan masa depannya.

Pernyataan-pernyataan hebat serta tingginya cita-cita dan harapanmu serta kawan-kawan kecilmu waktu itu sama sekali bukan disebabkan karena bodohnya kalian, bukan disebabkan panjangnya angan-angan, juga bukan disebabkan oleh naif dan dungunya kalian, tetapi karena disebabkan oleh pikiran kalian yang waktu itu belum terlalu dikotori pemikiran-pemikiran bodoh dari orang-orang dewasa yang telah mengenal kata-kata ‘tidak mungkin’ dan yang telah akrab dengan kata-kata ‘mustahil’.

Waktu itu, ketika kau dan kawan-kawanmu yang masih kecil menyatakan tingginya cita-cita dan hebatnya kehidupan yang ingin kalian bangun, bukan karena kalian bodoh, tetapi justru karena kalian waktu itu begitu jenius! Orang bodoh tak akan yakin dengan ucapannya, sementara orang cerdas, apalagi jenius, selalu yakin dengan apa pun yang diucapkannya. Dan itulah kau beserta kawan-kawan kecilmu sekian tahun lalu!

Tetapi apa yang kemudian terjadi setelah itu...? Seiring perkembanganmu, seiring bertambahnya umurmu, kau pun semakin banyak memperoleh pengaruh buruk dari lingkunganmu, bahkan terkadang dari keluargamu sendiri. Orang-orang dewasa yang mengasuhmu, orang-orang dewasa yang hidup bersamamu, yang ada dalam lingkunganmu, terus-menerus mengecilkan harkatmu, potensimu, bahkan tingginya martabat kemanusiaanmu, tanpa pernah mereka sadari, bahkan kau sendiri pun tak pernah menyadari.

Benih kejeniusan yang telah kau miliki semenjak kau dilahirkan pun lama-lama menjadi aus dan berkarat, karena benih kejeniusan itu tak pernah lagi kau gunakan. Dan... hukum entropi segera melumatkan dan memusnahkan apa pun yang tak pernah kau gunakan!

Ketika usiamu beranjak remaja, kau sudah tak begitu percaya diri lagi ketika ditanya tentang apa cita-citamu. Kau sudah malu-malu untuk menyatakannya, setidaknya kau lebih memilih diam daripada menyatakan cita-citamu dengan lantang seperti waktu masih kanak-kanak dulu. Mengapa? Karena waktu itu kau telah kehilangan berkat besar kejeniusanmu!

Tetapi, sebagaimana kesucian hati yang bisa dikembalikan lagi, kejeniusan pikiran yang kau miliki pun bisa kau miliki kembali. Kalau kesucian hati diumpamakan kaca bening dan perbuatan dosa diumpamakan kotoran yang melekat pada kaca yang bening, maka kejeniusan pikiran yang kau miliki pun bisa diibaratkan pula dengan kaca yang bening, sementara omongan-omongan orang yang mencoba mengecilkanmu adalah umpama kotoran yang terus melekati kaca bening kejeniusanmu.

Semakin banyak ucapan orang yang merendahkanmu, mengecilkanmu, mengerdilkanmu, maka semakin banyak pula kotoran yang melekat pada kaca bening yang ada dalam kejeniusanmu.

Yang perlu kau lakukan sekarang, bersihkan semua omongan yang mengecilkan itu, bersihkan semua ucapan orang yang hanya membuatmu merasa rendah diri dan tak percaya pada potensi besarmu. Bersihkan semua kotoran dalam bentuk ucapan yang merendahkan, omongan yang mematahkan semangat, dan yang hanya meracuni pikiranmu. Semakin kuat kau berusaha membersihkan semua kotoran yang telah dilemparkan orang lain kepadamu itu, semakin bening pula kaca dalam pikiran kejeniusanmu.

Sekarang kau mungkin bertanya-tanya. Kalau kesucian hati diumpamakan kaca bening, dan perbuatan dosa seperti kotoran yang melekat pada kaca, maka solusinya gampang, yakni tinggal kita tidak lagi melakukan dosa dan perbuatan yang kotor. Tetapi jika kejeniusan dianggap seperti kaca yang bening dan kotorannya adalah ucapan merendahkan dari orang lain, bagaimana solusinya? Bisa saja kita terus membersihkan kaca kejeniusan itu agar menjadi bening, tapi bisa saja kita terus mendengar ucapan-ucapan orang lain yang membuat kita merasa rendah diri dan kehilangan keyakinan pada potensi besar kita.

Nah, solusinya juga gampang; jangan dengarkan ucapan orang-orang itu! Jangan pernah percaya pada setiap ucapan orang yang mencoba merendahkan harkatmu, yang mencoba mengecilkan besarnya potensi yang kau miliki! Setiap kali kau mendengar orang-orang yang mencoba melemparkan kotoran kepada harkatmu dalam bentuk ucapan yang merendahkan atau omongan yang mengecilkanmu, tertawakan saja, dan anggap saja itu mitos orang-orang kuno yang tidak perlu kau percaya!

Jagalah hati bening kesucianmu, jagalah pikiran bening kejeniusanmu. Jagalah, karena apabila kau tak mau menjaganya, maka kebeningan hati dan kebeningan pikiran itu akan segera dihancurkan oleh hukum alam paling brutal bernama hukum entropi.

Bagaimana cara kita menjaganya? Jawabannya adalah; kita harus sering menggunakannya!

Gunakanlah hatimu, gunakanlah kebeningan hatimu untuk menilai segala sesuatu. Gunakanlah hatimu untuk menilai setiap yang datang kepadamu. Gunakanlah hatimu untuk merasakan setiap yang hadir dalam hidupmu.

Gunakanlah hatimu untuk merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain dengan kasih tulusmu. Gunakanlah hatimu untuk melihat dunia, gunakan hatimu untuk meresapi setiap pagi yang datang kepadamu, setiap senja yang menjelang, dan setiap malam yang menyongsong hidupmu. Gunakanlah hatimu ketika kau menyatakan cintamu kepada seseorang, dan gunakan pula hatimu ketika kau menerima atau pun menepiskan cinta yang datang dari seseorang. Gunakanlah hatimu ketika kau merasa bimbang atau jatuh dalam keraguan, gunakanlah hatimu ketika kau memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Gunakanlah kebeningan hatimu...

Dan, setelah itu, gunakanlah pikiranmu.

Gunakanlah kebeningan pikiranmu untuk menakar setiap kejadian yang datang dalam kehidupanmu. Gunakanlah pikiranmu untuk meletakkan diri dalam posisi orang lain ketika kau ingin melakukan sesuatu kepada siapa pun. Gunakanlah pikiranmu ketika kau ingin marah, ingin bahagia, ingin bersedih, ingin tertawa ataupun ingin mencintai. Gunakanlah kebeningan pikiranmu ketika seseorang hadir dalam hidupmu atau pun ketika seseorang berlalu dari hidupmu.

Gunakanlah pikiranmu untuk menilai segala yang telah kau dapatkan, semua yang tengah kau inginkan, dan apa pun yang sekarang telah menjadi milikmu. Gunakanlah pikiranmu ketika kau mendengar pujian atau pun caci-maki. Gunakanlah pikiranmu ketika kau dihadapkan pada masalah dan persoalan yang datang menghampiri. Gunakanlah kebeningan pikiranmu untuk menilai mana sampah mana mutiara, mana kenyataan dan mana yang hanya sekedar fatamorgana. Gunakanlah kebeningan pikiranmu...

Sekarang kau telah mengetahui intisari dari hukum entropi, bahwa segala sesuatu yang kau gunakan akan terus menjadi milikmu, dan segala sesuatu yang kau miliki akan segera aus dan hancur jika tak pernah kau gunakan. Kau telah memiliki tingginya harkat kemanusiaan, kau telah memiliki besarnya potensi keunggulan. Pergunakanlah milikmu. Pergunakanlah, karena jika tidak kau gunakan, maka semua berkat itu akan hancur dan meninggalkanmu.

Kau telah memiliki hati nurani, otak, akal dan pikiran, organ tubuh dan panca indera yang sempurna, alam bawah sadar, intelektualitas tanpa batas bernama kejeniusan, pesona dan daya tarik luar biasa bernama kewajaran dan ketulusan, pendeknya kau telah memiliki semua berkat umat manusia yang kau perlukan untuk menjadi a perfect human, manusia sempurna. Pergunakanlah semua berkat itu, karena sekali lagi, kau menghadapi sebuah hukum alam yang luar biasa brutal bernama hukum entropi. Kalau kau tak menggunakannya, hukum itu akan menghancurkannya.

William James, psikolog terbesar yang pernah dimiliki oleh sejarah, menyatakan, “Dibandingkan dengan yang seharusnya kita menjadi, kita hanyalah seperti seiris kentang.”

Apa maksudnya? Maksudnya adalah bahwa potensi yang dimiliki oleh setiap manusia sebenarnya begitu hebat dan luar biasa, tetapi lebih banyak orang yang tak menyadarinya daripada yang menyadari keistimewaannya.

Sementara Albert Einstein menyatakan, “Saya hanya baru bisa menggunakan satu persen saja dari kapasitas otak saya.”

Apa artinya itu? Artinya adalah kita memiliki potensi kejeniusan yang luar biasa di dalam diri kita, hanya saja kita tidak pernah menyadari apalagi menggunakannya. Kalau Einstein yang dianggap jenius saja menyatakan baru menggunakan satu persen dari kapasitas otaknya, maka bagaimana jadinya kalau ia telah berhasil menggunakan seratus persen dari kehebatan otaknya?

Dan jika itu dibalik, kalau Einstein yang dianggap jenius saja hanya baru bisa menggunakan satu persen dari kapasitas otaknya, maka... berapa persenkah kira-kira kekuatan otak kita yang telah kita pergunakan selama ini...?

Kita masih memiliki kesempatan dan juga waktu yang cukup panjang untuk membuktikan bahwa kita semua memiliki kebesaran dan ketinggian dari berkat dan potensi itu.

Kenalilah dirimu, kenali semua potensi dan kekuatanmu, lalu pergunakanlah semua berkat dan karunia besar yang telah dianugerahkan oleh Tuhan untukmu. Kalau kau pergunakan semua kekuatan dan potensi besarmu, kehidupan akan ada di dalam genggamanmu. Tetapi jika kau memungkiri semua kebesaran dan potensi serta berkat besar yang telah menjadi milikmu, maka kehidupan pun akan menghancurkanmu melalui hukum entropi yang brutal itu.

Gunakan atau kehilangan. Kau telah tahu pilihanmu...

Related

Science 4111149507689771544

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item