Di Masa Depan, Orang-orang Tidak Perlu Lagi Bekerja

Di Masa Depan, Orang-orang Tidak Perlu Lagi Bekerja

Naviri.Org - Membayangkan tidak bekerja, khususnya untuk saat ini, mungkin serupa bayangan utopis, karena nyatanya orang butuh kerja untuk menyambung hidup. Dengan bekerja, dan menjual tenaga atau jasanya, orang bisa mendapatkan uang. Dengan memiliki uang, orang bisa memenuhi kebutuhan dan keperluannya sebagai manusia. Dari kebutuhan memiliki rumah tinggal dan makanan, sampai hiburan.

Namun, di masa depan, bisa jadi orang-orang tidak perlu lagi bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan dan keperluan hidup. Kenyataan itu bisa jadi berdampak baik, tapi juga bisa berdampak buruk.

Mengapa orang-orang di masa depan bisa jadi tidak perlu lagi bekerja? Jawabannya adalah teknologi. Di masa depan, robot-robot dan kecerdasan finansial akan menggantikan tenaga dan otak manusia. Karenanya, jika robot dan kecerdasan buatan bisa menggantikan manusia untuk bekerja, mengapa manusia masih harus repot bekerja?

Suka atau tidak suka, kita sedang menyongsong suatu zaman yang disebut Revolusi Industri 4.0, ketika tenaga dan pikiran manusia diprediksi akan digantikan oleh robot dan kecerdasan buatan (AI)

Laporan New York Times berjudul The Future of Not Working menuliskan bahwa kita, umat manusia, sedang berada di ambang Revolusi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence Revolution) yang dapat membawa umat manusia ke era pascakerja (postwork future).

Transformasi menuju arah itu telah ditunjukkan sejak beberapa tahun terakhir, ketika kecerdasan-kecerdasan buatan telah mampu menjalankan berbagai peran yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia.

Misalnya, teknologi kecerdasan buatan bisa membaca hasil pemindaian kanker, menggerakkan mobil, sampai menganalisis pertandingan olahraga ke dalam bentuk prosa. Bahkan, menurut The Future of Work, pekerjaan bersifat repetitif seperti analisis finansial, pemasaran, dan pekerjaan di bidang hukum, segera dapat digantikan oleh kecerdasan buatan.

Firma konsultansi McKinsey pada November 2017 merilis laporan tentang masa depan dunia kerja di era otomatisasi. Menurut laporan itu, tahun 2030—dalam skenario terburuk—diprediksi ada 800 juta pekerjaan di seluruh dunia yang akan digantikan oleh teknologi robotik dan kecerdasan buatan.

Meski demikian, laporan tersebut juga mengungkapkan, teknologi tidak melulu bersifat destruktif. Secara optimistik, laporan itu menyatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan baru juga akan tercipta, peran di berbagai bidang pekerjaan akan teredefinisi, dan pekerja akan mendapat kesempatan untuk berganti karier.

Tapi tetap saja, perubahan yang sedemikian radikal itu akan menyisakan berbagai persoalan seperti kesenjangan pendapatan yang kian melebar, instabilitas politik akibat pengangguran, dan durasi waktu yang dibutuhkan pekerja profesional paruh baya untuk berlatih agar melek teknologi.

Dengan proyeksi ekonomi seperti itu, jurnalis New York Post, Anne Lawrey, memperingatkan, transformasi cara berproduksi tersebut akan menempatkan manusia di ambang krisis yang ditandai dengan munculnya berbagai masalah, misalnya peningkatan kesenjangan kekayaan dan pendapatan, kemiskinan, pengangguran, serta penyusutan usia angkatan kerja produktif.

Persoalannya, jika apa yang dikhawatirkan itu benar-benar terwujud, yaitu ketika pekerja digantikan oleh robot dan teknologi kecerdasan buatan, lantas siapa yang akan membeli barang yang diproduksi oleh robot, mengingat sebagai pekerja, satu-satunya cara untuk berpenghasilan adalah dengan berkerja?

Baca juga: Bullshit Jobs, Pekerjaan Hebat yang Sebenarnya Sia-sia

Related

Insight 4263366514785475005

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item