Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 2)

Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Selain bahaya dari kondisi alam, terdapat juga lima menara jaga di Gurun Gobi. Para penjaga menara tersebut diperintahkan untuk memanah dan membunuh para penjelajah tanpa paspor. Ketika Xuan Zang berusaha menyelinap, ia hampir terbunuh oleh tembakan anak panah.

Dalam upaya menghindari menara jaga tersebut, ia tersesat dan mengembara selama berhari-hari tanpa air dan makanan. Ia hampir tewas ketika tunggangannya, seekor kuda yang sering menjelajahi gurun, menariknya ke sebuah mata air yang dapat menyelamatkan hidupnya.

Tercatat dalam buku biografinya, yang ditulis oleh para muridnya, pada malam kelima ketika Xuan Zang terbaring di atas pasir dan tidak dapat bergerak sama sekali, ia bermimpi seorang laki-laki tak dikenal dengan perawakan seperti raksasa mendatanginya, dan menyuruhnya untuk bangun dan berjalan.

Setelah Xuan Zang dapat berdiri dengan kedua kakinya, dan berkelana tanpa tujuan sampai jarak tertentu, kudanya tiba-tiba meringkik kesenangan, dan berlari ke arah tertentu, yang membawanya ke sebuah mata air yang kemudian menyelamatkan hidup Xuan Zang.

Tokoh Sha Wu Jing, murid ketiga Xuan Zang dalam kisah Perjalanan ke Barat yang ditulis Wu Cheng En, diinspirasi dari mimpi Xuan Zang ini.

Setelah lolos dari maut, Xuan Zang sampai di kota oasis Kumul, dan mengikuti lembah Sungai Chu menuju Asia Tengah. Kemudian ia sampai di Turfan, yang saat itu dikenal dengan nama Kerajaan Gao Chang.

Raja Turfan adalah umat Buddha yang taat, dan bermaksud menjadikan Xuan Zang sebagai bhikshu kepala di negerinya. Gagal menahan Xuan Zang di negerinya, raja Turfan mengirim empat orang samanera dan dua puluh lima orang lainnya, untuk melakukan perjalanan bersama Xuan Zang.

Setelah meninggalkan Turfan, Xuan Zang beserta rombongannya menuju Kara-shahr, yang kemudian dilanjutkan ke Kucha. Kucha merupakan kota oasis yang terkenal dengan kuda-kuda menakjubkan. Tanahnya subur dan sangat cocok untuk lahan pertanian.

Di Kucha terdapat 100 vihara dengan lebih dari 5.000 bhikshu Sarvastivadin. Semua vihara dihiasi patung-patung Buddha yang diparadekan pada hari-hari khusus dalam upacara pengusungan rupang. Raja Kucha menyelenggarakan perayaan lima tahunan, yang sebelumnya telah dilakukan sejak zaman Raja Asoka, di mana setiap lima tahun sekali pemberian dana besar-besaran dilakukan untuk Sangha.

Di luar pintu gerbang kota, Xuan Zang melihat adanya dua patung Buddha setinggi 90 kaki, dan di depannya dibangun tempat khusus untuk perayaan lima tahunan tersebut. Setelah tinggal di sana selama 2 bulan, ia melanjutkan perjalanan ke Aksu dan melintasi Gunung Ling.

Ketika melewati Gunung Ling yang banyak ditutupi gletser, sepertiga rombongan Xuan Zang tewas. Yang paling beruntung tewas seketika, saat mereka tertimpa bongkahan es yang berasal dari gletser yang pecah ditiup angin. Yang lain tertimbun salju longsor.

Beberapa lainnya, saat berjalan di jalan es berbahaya, kehilangan pijakan mereka dan terjatuh. Yang lainnya lagi tewas karena membeku. Beberapa jatuh ke dalam retakan gletser. Namun, dengan tekad yang kuat untuk sampai di India, Xuan Zang dapat melanjutkan perjalanan menuju Pegunungan Tian Shan, dan sampai di daerah Kirgistan melalui Celah Bedal.

Ia melewati pantai dari danau Issyk Kul di Kirgistan, yang merupakan danau di atas pegunungan dengan ketinggian 5.200 kaki dari permukaan laut, dan danau terbesar di dunia seluas 6.200 km persegi. Lalu melanjutkan perjalanan ke arah barat laut, ia melewati daerah danau Kyrgyz dari Myn-bulak, yang dikenal sebagai "Seribu Mata Air".

Berjalan ke arah barat, ia melintasi kota Tartar dari bangsa Tara, negeri Nujkend, dan tiba di Tashkent di Uzbekistan Timur yang dikuasai bangsa Hun. Pemberhentian berikutnya adalah Samarkand, sebuah negeri yang berpenduduk padat, yang terletak di pertemuan jalur perdagangan kuno Cina dan India. Kota ini merupakan pusat perdagangan di Jalur Sutra, di mana para pedagang menukarkan barang dagangan mereka.

Menurut Xuan Zang, "Barang-barang dagang dari berbagai negeri disimpan di sini. Para penduduknya mahir dalam kesenian dan berdagang, melebihi penduduk negeri lain. Orang-orang di sini pemberani dan bersemangat tinggi, serta dicontoh oleh orang-orang negeri sekitar dalam hal keramah-tamahan dan sopan santunnya."

Dari Samarkand, sang peziarah melanjutkan ke Kesh (Karshi), dan berjalan ke selatan memasuki daerah pegunungan. Setelah mendaki jalan yang curam dan terjal, ia sampai di Gerbang Besi, sebuah celah pegunungan yang batas kiri kanannya terdapat dinding tinggi berbatu berwarna seperti besi. Di sini, pintu kayu ganda telah dibuat, dan banyak lonceng dipasang di sana. Pintu-pintu ini dikuatkan dengan besi, dan tahan serangan.

Kemudian ia sampai di Tukhara, sebuah negeri yang dikuasai bangsa Turki, dan menyeberangi sungai Oxus (Amur Darya) di dekat Termez. Ia lalu tiba di Kunduz di Afghanistan. Di sini, Xuan Zang bertemu putra tertua Khan, raja bangsa Turki, kakak ipar raja Turfan, di mana Xuan Zang memperoleh surat izin darinya.

Setelah beberapa lama singgah, Xuan Zang melanjutkan perjalanan bersama beberapa bhikshu dari Balkh ke kota tersebut, yang merupakan bekas ibu kota kerajaan Bactria, kerajaan Raja Milinda dalam Milinda Panha. Di negeri ini terdapat 1.000 vihara dan 3.000 bhikshu.

Di sini ia mengunjungi Nava Vihara (yang berarti "Vihara Baru", sekarang dikenal sebagai Navbahar) yang terkenal, di mana ia mendapatkan kitab Mahavibhasa (penjelasan Abhidharma) dan mempelajari ajaran Theravada di bawah seorang guru bernama Prajnakara.

Setelah memberikan penghormatan pada relik-relik suci di sana, Xuan Zang berangkat dari Balkh melalui jalan yang berbahaya dan sulit, menuju pegunungan Hindu Kush dan sampai di Bamiyan.

Di Bamiyan, orang-orang meyakini Tri Ratna, tetapi masih memuja ratusan dewa, di mana para pedagang memberikan persembahan ketika keberuntungan usahanya memburuk. Di sini terdapat 10 vihara dengan sekitar 1.000 bhikshu aliran Lokuttaravadin. Di sini juga, Xuan Zang menyaksikan dua buah patung Buddha raksasa dengan tinggi sekitar 55 dan 35 meter, yang diukir di sisi gunung pada abad ke-4 dan ke-5 M.

Saat itu, Xuan Zang salah mengira patung yang kecil terbuat dari perunggu karena permukaannya yang dilapisi perunggu. Ia juga melihat sebuah patung Buddha berbaring, dan memberikan penghormatan pada beberapa relik gigi Sang Buddha. (Patung Buddha raksasa peninggalan sejarah tersebut telah dihancurkan pemerintah Taliban pada tahun 2001).

Berjalan ke arah timur, Xuan Zang memasuki celah pegunungan Hindu Kush dan menyeberangi bukit Siah Koh, dan ia sampai di negeri Kapisa. Di sini terdapat kurang lebih 100 vihara dengan 6.000 bhikshu Mahayana, dan sebuah vihara besar dengan 300 bhikshu Theravada.

Di sini juga ditemukan 10 kuil dewa, dengan sekitar 1.000 pertapa Hindu dari berbagai aliran, seperti pertapa telanjang (Digambara), pertapa yang menutupi tubuhnya dengan abu (Pasupata), dan pertapa yang memakai manik-manik dari tulang di kepala mereka (Kapaladharina).

Baca lanjutannya: Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 3)

Related

History 2622198209545127850

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item