Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 3)

Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Setiap tahun, raja membuat patung Buddha perak dan memberikan dana kepada orang-orang miskin dan yang ditinggal sendiri. Setelah menghabiskan musim panas tahun 630 M di Kapisa, Xuan Zang pergi ke Nagarahara (Jalalabad). Di sini ia menemukan banyak vihara tetapi dengan sedikit bhikshu. Stupa-stupa telah rusak dan tinggal reruntuhan.

Ia mengunjungi gua Naga Gopala, yang menurut legenda pernah terdapat bayangan Sang Buddha yang ditinggalkan-Nya, setelah menaklukkan sang naga. Di vihara yang menyimpan relik tulang kepala, ia menemukan penjaga di sana adalah para brahmana yang ditunjuk oleh raja, dan mereka meminta sejumlah uang masuk dari para peziarah agar dapat melihat relik tersebut.

Tiba di India

Dari Nagarahara, Xuan Zang memasuki negeri kelahiran Buddha melalui Celah Khyber. Di sini tidak hanya ada jalan sempit, tetapi juga para penyamun di mana-mana. Salah satu kisah pertemuan Xuan Zang dengan para penyamun tersebut adalah sebagai berikut.

Xuan Zang dan rombongannya melewati sebuah hutan, di mana para penyamun mengepung mereka. Para penyamun mengambil pakaian dan barang-barang bawaan mereka, lalu memaksa mereka masuk ke dalam kolam kering di mana para penyamun akan membunuh mereka.

Xuan Zang dan para pengikutnya hanya dapat berkubang tak berdaya dalam lumpur, sementara para penyamun bertengkar memperebutkan barang-barang hasil rampasan. Untungnya, seorang bhikshu muda melihat bahwa terdapat lubang kecil yang tersembunyi sebagian oleh tumbuhan di sisi kolam tersebut. Lubang itu cukup untuk satu orang merangkak di dalamnya.

Bhikshu muda tersebut menarik lengan Xuan Zang, dan keduanya masuk ke dalam lubang tersebut tanpa diketahui para penyamun yang sedang bertengkar. Lubang tersebut ternyata sebuah terowongan, dan mereka berdua merangkak di antara lumpur. Setelah melewati kegelapan, mereka menemukan sumber cahaya, dan muncul di sebuah pedesaan.

Dengan bantuan para penduduk desa, mereka kembali ke dalam hutan, dan melepaskan tawanan lainnya, sementara para penduduk desa menghalau para bandit. Demikianlah, berkat ketajaman mata sang bhikshu muda, Xuan Zang bisa menyelamatkan diri dan rombongannya.

Pertemuan Xuan Zang dengan bandit lain dikisahkan sebagai berikut.

Saat menelusuri sebuah sungai, mereka disergap para bandit sekali lagi. Kali ini para bandit tidak hanya menginginkan uang, tetapi juga menginginkan seorang manusia yang kuat dan sehat sebagai korban kepada dewa mereka, dan Xuan Zang dianggap memenuhi persyaratan ini.

Dengan semangat, mereka mempersiapkan altar sementara. Setelah selesai, mereka menempatkan Xuan Zang ke atas altar, dan mulai mempersiapkan upacara korban. Namun, Xuan Zang tidak menunjukkan rasa takut atau marah sedikit pun, melainkan dengan tenang menerima perlakuan tersebut.

Xuan Zang berkata, "Karena kalian mempersembahkan korban kepada dewa kalian, bersabarlah dulu. Biarkan aku memberikan pelayanan pada dewa kalian dengan damai." Lalu ia duduk dalam posisi bermeditasi, dan mulai membaca nama para Bodhisattva, tidak menunjukkan perlawanan sama sekali. Para rekan seperjalanan Xuan Zang mulai berteriak menangis dan cemas, tetapi Xuan Zang tidak terpengaruh sama sekali.

Entah keberuntungan atau hanya kebetulan, tiba-tiba angin kencang bertiup, dan tiupannya mematahkan cabang sebuah pohon besar di tepi sungai. Halilintar dan petir menyambar dengan cahaya dan suara mengerikan. Bahkan beberapa perahu para bandit terbalik, melemparkan para bandit ke sungai. Para bandit ketakutan dalam geladak kapal, kehilangan akal mereka.

Seorang rekan Xuan Zang yang pemberani mengambil kesempatan ini, dan berteriak, "Orang yang akan kalian jadikan korban ini adalah Guru Besar Xuan Zang dari Kerajaan Tang! Jika kalian membunuhnya, kalian akan menyebabkan kemarahan Sang Buddha. Lihatlah! Tidakkah kalian tahu bahwa kalian telah membuat marah para dewa kalian?"

Para bandit yang kebingunan tersebut segera bersujud di hadapan altar, memohon agar Xuan Zang memaafkan mereka. Namun Xuan Zang telah mencapai tahap pemusatan pikiran tertentu di atas altar tersebut. Matanya tertutup dan tiada apa pun, bahkan angin dan hujan, yang dapat mengalihkan konsentrasi meditasinya. Hanya ketika kepala para bandit naik ke atas altar dan menyentuhnya dengan lembut, memanggil namanya, Xuan Zang mulai bangun dari meditasinya dan melihat sekitarnya.

"Apakah sudah waktunya untuk upacara korban?" tanya Xuan Zang. Demikian tenangnya Xuan Zang dalam menghadapi bahaya kematian, menunjukkan bahwa ia benar-benar seorang bhikshu dan dapat menyelesaikan perjalanan berbahayanya mencari kitab suci di India.

Daerah pertama yang ia masuki di India adalah Gandhara, yang penduduknya telah berkurang dengan kota-kota dan desa-desa yang ditinggalkan penghuninya. Di sini terdapat 1.000 vihara yang semuanya tinggal reruntuhan, ditumbuhi semak belukar dan tak berpenghuni.

Di ibu kotanya, Purushapura (Peshawar), terdapat sebuah vihara dengan 50 bhikshu Mahayana. Namun kuil dewa yang berjumlah sekitar 100 buah penuh sesak oleh para pertapa ajaran lain.

Menurut Xuan Zang, "Berabad-abad yang lampau, terdapat seorang raja Hun yang jahat dari Sakala bernama Mahirakula, yang membunuh penolongnya, raja Kashmir, dan mengambil alih tahta. Lalu ia datang ke Gandhara dan membunuh rajanya dalam suatu penyerbuan. Ia membinasakan seluruh keluarga kerajaan dan perdana menteri, menghancurkan stupa-stupa dan vihara, yang semuanya berjumlah seribu enam ratus bangunan."

Berjalan ke utara, sang peziarah tiba di Udyana, sebuah pusat agama Buddha pada masa Fa Xian (Fa Hsien, abad ke-5 M). Namun, saat Xuan Zang tiba di sana, semua vihara di sana, yang berjumlah 1.400 bangunan, terbengkalai dan ditinggalkan. Dulu terdapat sekitar 18.000 bhikshu di sana, tetapi saat itu hanya ada sangat sedikit.

Setelah mengunjungi tempat-tempat suci, Xuan Zang melanjutkan perjalanan ke Takkasila (di dekat Rawalpindi). Di sini kembali ia melihat akibat perusakan oleh raja Mahirakula; banyak vihara dihancurkan dan ditinggalkan.

Dari Takkasila, ia menuju Kashmir, di mana agama Buddha masih bertahan. Di sana masih terdapat 100 vihara dan 5.000 bhikshu. Tampaknya, setelah kematian Mahirakula, keturunannya yang kemudian berkuasa di Kashmir menebus kesalahan nenek moyang mereka dengan membangun kembali banyak stupa dan vihara untuk pengikut agama Buddha.

Di ibu kotanya, Srinagar, Xuan Zang menghabiskan 2 tahun untuk mempelajari filosofi agama Buddha, dan menyalin kitab-kitab suci di bawah seorang guru Mahayana.

Dari Kashmir, Xuan Zang berjalan ke selatan melewati Jammu, dan tiba di Sakala (Sialkot di dekat Lahore), di mana raja Bactria Milinda dan Mahirakula bertahta. Saat meninggalkan Sakala, ia kembali dirampok oleh para penjahat, dan menghabiskan malam di desa tetangga.

Kemudian ia tiba di sebuah kota besar (kemungkinan Lahore) di mana ia singgah selama satu bulan. Lalu ia tinggal setahun di Chinapati. Pada tahun 634, ia melanjutkan perjalanan ke Jalandhar, dan sampai di sungai Sutlej, melewati Satadru dan Paryartra sebelum tiba di Mathura. Sepanjang perjalanan ini, Xuan Zang menyaksikan kemunduran agama Buddha, dan kebangkitan neo-Brahmanisme dari zaman Gupta.

Baca lanjutannya: Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 4)

Related

History 2997262800552207172

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item