Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 5)

Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah - Bagian 4). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Seseorang yang menguasai seluruh kitab suci agama Buddha beserta arti setiap kitab tersebut diberi gelar "Zheng Fa Zang". Seseorang yang menguasai sedikitnya 50 kitab Buddhis diberi gelar "San Zang" (Tripitaka). Ini bukan kemampuan yang biasa, karena setiap kitab mengandung jutaan kata, dan artinya sangat sulit dan mendalam.

Di antara puluhan ribu bhikshu di Universitas Nalanda, hanya sekitar 1.000 orang yang telah menguasai 20 kitab, dan sekitar 500 yang menguasai 30 kitab. Kemudian hanya 9 orang yang menguasai 50 kitab, dan mendapat gelar "San Zang", dan tentu saja hanya Bhikshu Silabhadra yang menguasai semua kitab suci.

Namun demikian, aturan di Universitas Nalanda menyatakan harus terdapat sedikitnya 10 orang "San Zang" di sana. Saat itu, Bhikshu Silabhadra sangat berkenan menjadikan Xuan Zang muridnya. Dia mengajari Xuan Zang tentang Yogacarabhumi-sastra, yang menghabiskan waktu 17 bulan, untuk menjelaskan secara lengkap isi sebuah kitab.

Setelah banyak belajar dan kerja keras, Xuan Zang dapat menguasai 50 kitab suci Buddhis, dan menjadi "Sang Zang" ke-10. Hal ini berbeda sekali dengan kisah Perjalanan ke Barat, di mana Xuan Zang mendapat gelar "San Zang" dengan mudah, yaitu diberikan oleh kaisar Tang.

Selain mempelajari ajaran Buddha di Nalanda, Xuan Zang juga mempelajari filosofi Hindu dan menguasai bahasa Sanskerta.

Pada tahun 638, Xuan Zang menghentikan studinya di Nalanda, dan bermaksud pergi ke Sri Lanka, guna mempelajari lebih dalam ajaran Theravada. Ia berjalan ke Champa (Bhagalpur) dan Bengal Barat, tiba di Tamralipti, di mana ia bermaksud mengambil jalur laut ke Sri Lanka. Namun di sana ia diberitahu, akan lebih mudah mencapai Sri Lanka melalui India Selatan. maka ia memutuskan untuk mengambil jalur darat ke India Selatan.

Berjalan ke arah tenggara, Xuan Zang melewati negeri Orissa yang memiliki beberapa ratus vihara dengan 10.000 bhikshu Mahayana dan Kalinga, di mana para pertapa terutama Nigantha lebih dominan. Kemudian ia melanjutkan perjalanan menuju Kosala, tanah kelahiran Nagarjuna, pendiri ajaran Madhyamika, dan Andhara serta tiba di Amaravati.

Di sini terdapat banyak vihara, namun ditinggalkan dan telah runtuh. Ia menyaksikan dua bangunan di atas dua batu karang, satu di timur disebut Purvasaila (Karang Timur) dan yang lain di barat disebut Aparasaila (Karang Barat). Keduanya dulu didiami para bhikshu, tetapi saat itu telah ditinggalkan dan ditumbuhi semak liar.

Setelah menghabiskan musim hujan di Amaravati, Xuan Zang melanjutkan perjalanan ke selatan, melewati negeri Chola yang digambarkannya sebagai "telah ditinggalkan dan ditumbuhi semak liar, rawa dan hutan belantara, dengan penduduk yang sedikit dan sekelompok penjahat yang berkeliaran dengan bebas." Kemudian berjalan ke selatan melalui daerah hutan rimba, dan berjalan 1.500 li, hingga tiba di negeri Dravida.

Di ibu kota Kanchipuram (di dekat Madras), terdapat sekitar 100 vihara dengan 10.000 bhikshu Mahayana. Di sini, Xuan Zang mengetahui bahwa Sri Lanka sedang mengalami kekacauan dan bencana kelaparan, setelah kematian rajanya. Maka ia melepaskan angan-angan untuk pergi ke pulau tersebut.

Ia kemudian berjalan ke arah utara, memasuki hutan dan melewati banyak desa yang telah ditinggalkan, di mana para penjahat berkeliaran mencari korban. Setelah berjalan 2.000 li tanpa menemui bahaya, sang peziarah sampai di Konkanapura (Golconda di dekat Hyderabad), di mana terdapat sekitar 100 vihara dengan 10.000 bhiksu, baik Mahayana maupun Theravada.

Dari Konkanapura, ia memasuki negeri berbahaya yang dihuni oleh hewan buas dan para perampok, dan tiba dengan selamat di negeri Maharashtra, di mana ia mengunjungi gua terkenal yang dibentuk dari potongan batu di Ajanta.

Dari Ajanta, ia berjalan ke Valabhi sekitar tahun 641, melalui Bharoch, Malava, dan Kachha. Valabhi merupakan ibu kota kerajaan Maitraka di Gujarat, dan sebuah pusat belajar dan perdagangan.

Menurut Xuan Zang, "Di sini terdapat sekitar seratus keluarga yang memiliki kekayaan seratus lakh (juta). Barang-barang yang langka dan berharga dari daerah-daerah yang jauh disimpan di sini dalam jumlah besar."

Ia mengunjungi sebuah vihara besar, di mana dua orang guru Mahayana terkemuka, Sthiramati dan Gunamati, pernah tinggal dan menulis kitab ulasan mereka. Berjalan ke arah barat, ia melewati Surashtra dan Gurjjara, sebelum tiba di Ujjain (Ujjeni), ibu kota Avanti. Di sini terdapat banyak vihara, tetapi kebanyakan hancur dan hanya terdapat 300 bhikshu tersisa.

Berjalan ke barat, ia melintasi Sindhus, di mana ia menyaksikan beberapa ratus vihara yang didiami oleh beberapa puluh ribu bhikshu aliran Sammatiya. Kemudian berjalan ke utara dan menyeberangi sungai Indus, ia tiba di Multan. Di sini, umat Buddha dan para bhikshu sedikit. Terdapat 10 vihara, semuanya dalam reruntuhan. Pada titik ini, Xuan Zang memutuskan untuk kembali ke Nalanda, karena ia telah mengunjungi kebanyakan tempat suci Buddhis di India.

Kembali ke Nalanda, Xuan Zang menghabiskan waktunya mempelajari ajaran Mahayana, dan ikut serta dalam debat filosofi. Setelah memperoleh pengetahuan agama Buddha yang cukup, ia berpikir untuk kembali ke tanah kelahirannya, dan menyebarkan ajaran baru tersebut.

Raja Assam, Kumara-raja, mendengar tentang kemampuan guru Cina tersebut, dan mengundang Xuan Zang ke ibu kotanya, Kamarupa, pada tahun 643. Saat Xuan Zang berada di Kamarupa, sang raja mendapat perintah dari raja atasannya, Raja Harsha Vardhana, untuk membawa sang bhikshu untuk menemuinya di Kajinghara, sebuah negeri kecil di tepi sungai Gangga. Saat pertemuan tersebut, keduanya menjalin hubungan dekat.

Harsha Vardhana mengundang Xuan Zang ke ibu kotanya, Kanauj, di mana raja mengadakan pertemuan agama di tepi sungai Gangga, dihadiri oleh raja-raja dari 20 negeri bawahan, bersama para bhikshu dan brahmana. Xuan Zang ditunjuk sebagai "Ketua Diskusi".

Selama tiga minggu berikutnya, Harsha memberikan dana makanan kepada para bhkshu dan brahmana setiap hari. Setelah itu, ia membawa patung Buddha sebesar badan manusia di atas bahunya ke atas sebuah menara, di mana ia memberikan penghormatan kepada Sang Triratna dengan pemberian pakaian sutra yang dihiasi batu-batu berharga.

Pada hari terakhir, para pengikut ajaran lain berusaha menyabotase pertemuan dengan membakar menara tersebut, dan berusaha membunuh raja dalam kekacauan yang ditimbulkan. Namun upaya pembunuhan bisa digagalkan ketika si pelaku tertangkap oleh raja. Ia mengakui bahwa ia disewa oleh para pengikut ajaran lain, dan brahmana yang iri atas penghormatan yang ditujukan raja kepada para bhikshu Buddhis.

Oleh sebab itu, raja menghukum dalang di balik upaya pembunuhan ini, dan mengusir para brahmana ke luar perbatasan India. Setelah itu, raja membawa tamunya ke Prayag, di mana ia mengadakan perayaan lima tahunan, dengan mendermakan seluruh kekayaannya yang terkumpul selama lima tahun, mengikuti teladan dari Raja Asoka.

Baca lanjutannya: Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 6)

Related

History 7948205338221193123

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item