Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 4)

Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah - Bagian 3). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Mathura, sebuah pusat agama Buddha pada masa Raja Asoka, dan pusat aliran Sarvastivada di bawah bhikshu Upagupta, sekarang tinggal bayangan masa lalu, dengan hanya 20 vihara dan 2.000 bhikshu tersisa.

Setelah mengunjungi tempat-tempat suci di Mathura, Xuan Zang menyeberangi sungai Yamuna, menuju ke Kurukshetra (Thaneswar), tempat suci agama Hindu dan tempat terjadinya perang Mahabharata antara Pandava dan Kurava yang bersaudara. Di sana terdapat 3 vihara dengan sekitar 700 bhikshu, namun ada 100 ribu kuil dewa dengan banyak sekali para pertapa ajaran lain.

Berjalan ke arah timur, Xuan Zang sampai di sungai Gangga, dan menelusuri sungai tersebut ke bawah, melewati beberapa kota di mana ia mencatat arus kebangkitan Brahmanisme. Ia mengunjungi Sankasia, kota di mana Sang Buddha pernah turun dari surga Tavatimsa setelah mengajar Abhidharma, dan mengunjungi stupa yang dibangun untuk mengenang kejadian ini.

Kemudian ia sampai di Kanauj (yang juga dikenal sebagai Kanyakubja, yaitu "kota wanita bungkuk"), di mana Raja Harsha Vardhana menjadikannya sebagai ibu kota kerajaan.

Xuan Zang tidak berkesempatan berjumpa dengan sang raja, karena raja sedang tidak berada di tempat, namun kelak keduanya bersahabat dekat. Di sini terdapat 100 vihara dan 10.000 bhikshu Mahayana dan Theravada. Di sini juga, Xuan Zang mempelajari kitab-kitab Theravada.

Pemberhentian Xuan Zang berikutnya adalah Ayodha atau Saketa, pusat aliran Yogacara, di mana Vasubhandu menulis karya Buddhis-nya. Di sini, Xuan Zang mempelajari ajaran Yogacara, yang kemudian menjadi dasar ia mendirikan aliran Fa Xiang di Cina.

Aliran Yogacara merupakan aliran Buddhis yang mengajarkan bahwa semua fenomena yang terjadi di sekitar kita adalah hasil pikiran kita, oleh sebab itu hanya pikiranlah yang ada, sedangkan yang lain hanya ilusi.

Di pertemuan sungai Yamuna dan Gangga, Xuan Zang tiba di Prayag (Allahabad), di mana terdapat dua vihara dengan sedikit pengikut, namun banyak sekali kuil dewa dengan banyak pengikut.

Di sini, Xuan Zang menyaksikan ratusan pengikut Hindu yang taat menenggelamkan dirinya ke dalam sungai Gangga, setelah melakukan puasa selama tujuh hari, dengan keyakinan bahwa air sungai Gangga dapat membersihkan perbuatan buruk mereka, dan membawa mereka ke surga.

Kemudian ia tiba di Kosambi dan mengunjungi Ghositarama, vihara yang dibangun saudagar Ghosita untuk Sang Buddha, yang tinggal reruntuhan.

Mengunjungi tempat-tempat suci agama Buddha di India

Berjalan ke arah utara, sang peziarah tiba di Sravasti (Savatthi), dan mengunjungi daerah Maheth, di mana ia melihat stupa Sudatta yang menandai tempat tinggal Anathapindika, dan di sampingnya terdapat stupa Angulimala.

Di Saheth, ia menemukan vihara Jetavana, tempat Sang Buddha biasanya berdiam di Sravasti, kini tinggal reruntuhan dan ditinggalkan. Dari Sravasti, ia menuju Kapilavastu, ibu kota kerajaan Sakya kuno; Lumbini, tempat kelahiran Siddhartha Gautama; Ramagama yang telah ditinggalkan selama bertahun-tahun; dan Kusinara, tempat mangkatnya Sang Buddha.

Berjalan ke selatan, sekitar 500 li, melalui hutan rimba yang luas, ia tiba di Varanasi (Baranasi atau Benares), kota suci umat Hindu. Di sana terdapat 30 vihara dengan 3.000 bhikshu, tetapi lebih dari 100 kuil dewa dengan 10.000 pertapa ajaran lain, kebanyakan adalah pemuja Siva.

Di taman rusa di Sarnath, Xuan Zang mengunjungi sebuah vihara dengan 1.500 bhikshu aliran Sammitiya, dan menghormati stupa di sana.

Menelusuri aliran sungai Gangga ke timur menuju Ghazipur, kemudian ke arah timur laut, ia tiba di kota Vesali, di mana terdapat beberapa ratus vihara yang kebanyakan sudah rusak dengan sangat sedikit bhikshu. Kota tersebut dalam kehancuran, dan praktis ditinggalkan.

Xuan Zang juga melihat pilar Asoka dengan singa besar di atas dan di sampingnya, stupa yang didirikan Raja Asoka. Di dekat pilar tersebut terdapat sebuah kolam yang digali oleh sekelompok monyet untuk digunakan oleh Sang Buddha, dan jauh ke selatan terdapat stupa yang menandai tempat di mana para monyet, setelah mengambil mangkuk Sang Buddha, memanjat sebuah pohon dan mengumpulkan madu untuknya.

Berjalan ke arah barat laut, ia melewati negeri Vajji dan menuju Nepal. Kemudian kembali ke Vesali, dan menyeberangi sungai Gangga, ia tiba di kerajaan Magadha.

Sampai di Pataliputta (Patna), ibu kota kerajaan Magadha selama masa Raja Asoka dalam kemunduran. Di sana terdapat 50 vihara dengan sekitar 10.000 bhikshu, kebanyakan beraliran Mahayana. Di kota tua tersebut, Xuan Zang melihat ratusan vihara, stupa, dan kuil dewa, tinggal reruntuhan.

Xuan Zang juga mengunjungi vihara Kukkutarama yang dibangun oleh Raja Asoka, namun bangunannya telah runtuh, dan hanya tinggal fondasi dinding yang tersisa. Berjalan ke selatan, ia melewati vihara Tiladaka, di mana para sarjana dan cendekiawan datang untuk belajar agama Buddha. Di dalam salah satu bangunannya, ia melihat patung Tara dan Avalokitesvara didirikan di samping patung Sang Buddha, yang menandakan pengaruh Tantra dalam agama Buddha.

Kemudian ia sampai di sungai Neranjana dan menyeberanginya, sampai di Gaya. Di sini, ia mengunjungi Pragbodhi, di mana Bodhisattva Gautama menjalankan pertapaan keras selama 6 tahun, desa Sujata, hutan Uruvela, dan Bodhgaya, tempat Bodhisattva mencapai Pencerahan.

Lalu ia berjalan ke Rajagaha, di mana ia mengunjungi tempat-tempat suci seperti Puncak Burung Nazar, Hutan Bambu, sumber mata air panas, rumah batu Pippala, dan gua Sattapanni, tempat diadakannya Konsili Buddhis Pertama.

Setelah mengunjungi berbagai tempat yang berhubungan dengan kehidupan Sang Buddha, Xuan Zang pun tiba di Nalanda, tujuan utama perjalanannya ke India.

Belajar di Universitas Nalanda

Xuan Zang sampai di Nalanda sekitar tahun 635, dan mendaftar di pusat belajar agama Buddha tertua di dunia di sana untuk memenuhi tujuannya datang ke India. Untuk dapat menjadi siswa di sana, seseorang harus menyelesaikan ujian dari penjaga gerbang, yang merupakan seorang petugas yang bertanggung jawab atas proses belajar di sana.

Umumnya dari 10 calon siswa, 7 atau 8 orang akan gagal dalam ujian sulit ini. Namun Xuan Zang, yang telah memiliki fondasi pengetahuan Buddha Dharma yang kuat, dapat lolos ujian masuk dan diterima sebagai siswa Universitas Nalanda.

Universitas Nalanda juga merupakan vihara terbesar di seluruh India. Para siswa terbaik Buddhis berkumpul di sini, beberapa dari mereka berasal dari negeri asing seperti Xuan Zang. Pimpinan Universitas Nalanda saat itu adalah bhikshu kepala Silabhadra, yang telah berusia lebih dari 100 tahun. Dia telah menguasai semua kitab suci dan teks Buddhis, sehingga ia diberi gelar "Zheng Fa Zang".

"Zang" merupakan bahasa Mandarin untuk "Pitaka" atau keranjang bambu, yang digunakan untuk menampung kelompok kitab suci agama Buddha yang ditulis di atas daun lontar. Dengan demikian, Tripitaka (atau "San Zang" dalam bahasa Mandarin) merupakan nama untuk kumpulan tiga keranjang bambu besar yang memuat seluruh kitab suci agama Buddha.

Baca lanjutannya: Xuan Zang, Biksu Penjelajah Paling Terkemuka Dalam Sejarah (Bagian 5)

Related

History 6974415069323094620

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item