Memahami Pengertian Silaturahmi dan Panduan Melakukannya

Memahami Pengertian Silaturahmi dan Panduan Melakukannya

Naviri Magazine - Silaturahmi (shilah ar-rahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah berasal dari washala-yashilu-wasl(an)wa shilat(an), artinya adalah hubungan. Adapun ar-rahim atau ar-rahm, jamaknya arhâm, yakni rahim atau kerabat. Asalnya dari ar-rahmah (kasih sayang); ia digunakan untuk menyebut rahim atau kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan itu.

Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam tujuh ayat, semuanya bermakna rahim atau kerabat. Dengan demikian, secara bahasa, shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya hubungan kekerabatan.

Pengertian syar‘i

Banyak nash syariat yang memuat kata atau yang berkaitan dengan shilah ar-rahim. Maknanya bersesuaian dengan makna bahasanya, yaitu hubungan kekerabatan. Syariat memerintahkan agar kita senantiasa menyambung dan menjaga hubungan kerabat (shilah ar-rahim).

Sebaliknya, syariat melarang untuk memutuskan silaturahim. Abu Ayub al-Anshari menuturkan, “Pernah ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw., “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku perbuatan yang akan memasukkan aku ke dalam surga.”

Lalu Rasulullah saw. menjawab: “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi.” (HR al-Bukhari).

Hadist ini, meskipun menggunakan redaksi berita, maknanya adalah perintah. Pemberitahuan bahwa perbuatan itu akan mengantarkan pelakunya masuk surga, merupakan qarînah jâzim (indikasi yang tegas). Oleh karena itu, menyambung dan menjaga shilaturahmi hukumnya wajib, dan memutuskannya adalah haram.

Rasul saw. pernah bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan (ar-rahim).” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sekalipun menggunakan redaksi berita, maknanya adalah larangan; ungkapan 'tidak masuk surga' juga merupakan qarînah jâzim, yang menunjukkan bahwa memutus hubungan kekerabatan (shilah ar-rahim) hukumnya haram.

Oleh karena itu, Qadhi Iyadh menyimpulkan, "Tidak ada perbedaan pendapat bahwa shilah ar-rahim dalam keseluruhannya adalah wajib, dan memutuskannya merupakan kemaksiatan yang besar.

Untuk memenuhi ketentuan hukum tersebut, kita harus mengetahui batasan mengenai siapa saja kerabat yang hubungan dengannya wajib dijalin, dan aktivitas apa yang harus dilakukan untuk menjalin silaturahmi itu?

Dengan menganalisis makna ar-rahim atau al-arham yang terdapat dalam nash, dan pendapat para ulama tentangnya, bisa ditentukan batasan kerabat tersebut. Kata ar-rahim dan al-arhâm yang terdapat di dalam nash-nash yang ada bersifat umum, mencakup setiap orang yang termasuk arhâm (kerabat).

Ketika menjelaskan makna al-arhâm pada ayat pertama surat an-Nisa’, Imam al-Qurthubi berkata, "Ar-rahim adalah isim (sebutan) untuk seluruh kerabat, dan tidak ada perbedaan antara mahram dan selain mahram."

Ibn Hajar al-‘Ashqalani dan al-Mubarakfuri mengatakan, "Ar-Rahim mencakup setiap kerabat. Mereka adalah orang yang antara dia dan yang lain memiliki keterkaitan nasab, baik mewarisi ataupun tidak, baik mahram ataupun selain mahram."

Asy-Syaukani mengatakan, "Shilah ar-rahim itu mencakup semua kerabat yang memiliki hubungan kekerabatan, yang memenuhi makna ar-rahim (kerabat)."

Allah Swt. memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kerabat (QS an-Nisa’4: 36); memberi kepada kerabat (QS an-Nahl 16: 90); memberikan hak kepada kerabat (QS ar-Rum 30: 38); meski dalam hal itu sebagian mereka lebih diutamakan dari sebagian yang lain (QS al-Anfal 8: 75 dan al-Ahzab 33: 6).

Rasul saw. pernah bersabda: “Tangan yang memberi itu di atas (lebih utama), dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan (keluarga)-mu, ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, orang yang lebih dekat denganmu, orang yang lebih dekat denganmu.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi, dan Ibn Hibban).

Semua itu bagian dari aktivitas silaturahmi. Dari gambaran seperti itu, para ulama manarik pengertian silaturahmi.

Menurut Al-Manawi, silaturahmi adalah menyertakan kerabat dalam kebaikan. Imam an-Nawawi mengartikan silaturahmi sebagai berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi orang yang menyambung dan yang disambung; bisa dengan harta, kadang dengan bantuan, kadang dengan berkunjung, mengucap salam, dan sebagainya.

Abu Thayyib mengartikan silaturahmi sebagai ungkapan tentang berbuat baik kepada kerabat, orang yang memiliki hubungan nasab dan perkawinan; saling berbelas kasihan dan bersikap lembut kepada mereka, mengatur dan memelihara kondisi mereka, meski mereka jauh atau berbuat buruk. Memutus silaturahmi berlawanan dengan semua itu.

Ibn Abi Hamzah berkata, "Silaturahmi bisa dilakukan dengan harta, menolong untuk memenuhi keperluan, menghilangkan kemadaratan, muka berseri-seri, dan doa."

Pengertian yang bersifat menyeluruh adalah menyampaikan kebaikan yang mungkin disampaikan, dan menghilangkan keburukan yang mungkin dihilangkan, sesuai dengan kesanggupan.

Tentang siapa yang termasuk orang yang menyambung silaturahmi, Rasul saw. bersabda: “Orang yang menghubungkan silaturahmi bukanlah orang yang membalas hubungan baik. Akan tetapi, orang yang menghubungkan silaturahmi adalah orang yang ketika kekerabatannya diputus, ia menghubungkannya. (HR al-Bukhari).

Menyambung silaturahmi adalah jika hubungan kerabat (shilah ar-rahim) diputus, lalu dihubungkan kembali. Orang yang melakukannya berarti telah menghubungkan silaturahmi. Adapun jika kerabat seseorang menghubunginya, lalu ia menghubungi mereka, hal itu adalah balas membalas; termasuk aktivitas saling menjaga silaturahmi, bukan menyambung silaturahmi.

Kesimpulan

Dari paparan di atas, maka silaturahmi adalah hubungan kerabat; berupa hubungan kasih-sayang, tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan, serta menolak keburukan dari kerabat, yaitu ahli waris dan ûlu al-arhâm.
       
Hubungan dengan selain mereka tidak bisa disebut silaturahmi, karena tidak terpenuhi adanya ikatan kekerabatan (ar-rahim). Ikatan dengan sesama Muslim selain mereka adalah ikatan persaudaraan karena iman, yaitu ikatan ukhuwah (silah al-ukhuwah), bukan silaturahmi. Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.

Related

Moslem World 8159165418790305560

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item