Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam (Bagian 2)

Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Nguyen Ay Kuo terus tinggal di Paris. Untuk berjuang bagi kemerdekaan bangsanya. Penghidupan Nguyen Ay Kuo di Paris sangat menyedihkan. Penghasilannya sedikit. Kerjanya berat.

Bermacam-macam pekerjaan dilakukan. Pernah menjadi tukang penghias gambar di sebuah toko gambar. Pernah pula menjadi pelukis di sebuah toko barang antik dan meja kursi. Ia menggambar burung, bunga, ikan, dan lain-lain, dengan cat minyak.

Meski hidupnya sangat susah, jiwanya penuh semangat. Demi bangsanya, ia rela berkorban segala sesuatu kepunyaannya, untuk usaha perjuangan memerdekakan bangsa.

Hidupnya sangat hemat, hingga ia dapat mengumpulkan uangnya untuk ongkos cetak pamflet buatannya sendiri, dengan judul “MENUNTUT KEMERDEKAAN VIETNAM”. Pamflet itu disiarkan di antara para perantau bangsa Vietnam yang berada di Perancis.

Pamflet semacam itu juga dibuat untuk kalangan perkumpulan-perkumpulan orang Perancis, sehingga banyak orang Perancis yang lantas tertarik soal Vietnam.

Nguyen Ay Kuo juga mengirimkan pamfet-pamfet itu ke negaranya di Vietnam. Jadi rakyat negerinya juga mengerti bahwa ada orang-orang Vietnam yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya di luar negeri.

Di samping bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Nguyen Ay Kuo juga rajin belajar bahasa Perancis dan macam-macam ilmu pengetahuan. Dan karena perjuangannya, lambat laun ia berkenalan dengan orang-orang politik terkemuka di Paris. Di antaranya Charles Lunquy, direktur sebuah surat kabar, Masson anggota parlemen dari partai Sosialis, Leon Blum, dan Profesor Marshall Cazan, yang merupakan tokoh-tokoh pendiri Partai Komunis Perancis, dll.

Karena dorongan Charles Lunquy, Nguyen dapat memulai pekerjaan tulis-menulis di surat kabar. Ia juga sering menghadiri rapat-rapat politik. Hampir setiap waktu Nguyen ikut angkat bicara sebagai perwakilan bangsa Vietnam. Sebagai wakil bangsa tertindas yang berjuang untuk kemerdekaan.

Kian lama, kegiatan politik Nguyen semakin bertambah, pengaruhnya di kalangan rakyat perantau di Perancis semakin besar, dan namanya mulai dikenal di negerinya sendiri. Maka pemerintahan Perancis pun bersiap-siap untuk menindasnya.

Mula-mula, majikan Nguyen diancam agar memecatnya, izin tinggalnya di Perancis sebagai penduduk dicoret di kantor polisi, dsb. Tetapi karena Nguyen mempunyai kenalan dari kalangan orang-orang politik yang progresif, polisi pun belum berani bertindak keras.

Karena aktivitas politiknya, Nguyen juga banyak berkenalan dengan para pejuang kemerdekaan dari Algeria, Tunisia, Maroko, dan lail-lain. Bersama kenalan barunya, di Paris Nguyen membentuk “Lembaga Bangsa-bangsa Terjajah”, yang mempunyai tujuan bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.

Usaha “lembaga” itu pertama-tama mengadakan penerangan-penerangan. Untuk itu diterbitkan majalah mingguan kecil, bernama “Paria”. Pengaruh majalah itu pertama-tama disebarkan di kalangan Buruh.

Reaksi pemerintah adalah melarang penerbitan majalah itu ke negeri-negeri jajahan. Karenanya, majalah tersebut terpaksa diselundupkan oleh Nguyen dkk melalui kelasi-kelasi kapal yang menaruh simpati, dan juga lewat berbagai cara lain.

Nguyen Ay Kuo lantas masuk menjadi anggota Partai Sosial Demokrat Perancis (PSDP). Dia adalah orang Vietnam pertama yang menjadi anggota partai itu. Jika ditanya kenapa bergabung dengan partai itu, jawabannya adalah: PSDP satu-satunya partai politik yang menaruh simpati dan membela perjuangan kemerdekaan bangsa Vietnam.

Pada waktu itu, di dalam Partai Sosial Demokrat, sedang terjadi pertengkaran antara dua aliran. Sebagian menganut aliran Internasionale II, dengan tokoh terkemuka Leon Blum, dan sebagian lagi menganut aliran Internsionale III dengan tokoh terkemuka Profesor Marshall Cazan. Pertengkaran jadi sangat hebat, dan lama tidak terjadi penyelesaian.

Dalam kongres Partai di kota Tours, barulah soal itu dapat diselesaikan dengan lewat pemungutan suara. Suara terbanyak menyetujui aliran Internasionale III, dan golongan yang kalah dinamakan golongan minoritiet yang tetap berada pada Internasionale II.

Nguyen termasuk golongan mayoritiet. Jika ditanya apa sebab Nguyen memilih aliran itu, jawabnya adalah: “Yang saya perjuangkan kebebasan bangsa saya dan kemerdekaan leluhur saya. Internasionale III menunjukkan pendirian tegas, jelas untuk kebebasan dan kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah. Sedangkan Internasionale II belum menunjukkan ketegasan pendirian yang demikian.”

Akhirnya, Partai Sosial Demokrat Perancis terpecah menjadi dua golongan, yaitu Partai Komunis Perancis yang menjadi cabang dari Internasionale III, dan Partai Sosialis Perancis yang tetap dalam ikatan Internasionale II.

Bagaimana pun, Nguyen Ay Kuo akan lebih bebas hidupnya dan aman, jika tetap tinggal di Perancis. Jika dia kembali ke negerinya, maka dianggap termasuk golongan pengacau atau pengganggu ketertiban umum, dan pasti akan dijebloskan ke dalam penjara, atau lehernya dipenggal begitu saja.

Pada tiap sore di hari Sabtu, Nguyen dkk selalu berkumpul di kantor majalah “Paria” untuk berbincang-bincang atau melakukan persiapan materi penerbitan majalah itu minggu depan. Tetapi suatu sore, kawan-kawannya heran karena kantor dalam keadaan tertutup dan dikunci.

Gelisah karena orang yang ditunggu-tunggu tidak juga muncul, kawan-kawan itu segera menuju rumah tuan “B”, seorang ahli hukum dari kepulauan Antillen, karena biasanya Nguyen berada di situ.

Ketika sampai di sana, benar juga Nguyen ada berkunjung, tetapi sudah pergi 2-3 jam yang lalu. Tuan B menerangkan bahwa Nguyen sudah pergi ke tempat yang dia tidak mau memberi tahu kemana. Pergi meninggalkan Perancis, barangkali untuk selama-lamanya.

Nguyen meninggalkan sepucuk surat untuk kawan-kawannya. Dia mengatakan sebab-sebab kepergiannya. Dinyatakan bahwa pekerjaannya mengenai penerangan untuk perjuangan kemerdekaan negeri-negeri jajahan sudah cukup. Hasil perjuangan tahap pertama sudah memuaskan, tetapi perjuangan tidak boleh berhenti hanya sampai di situ. Harus dilanjutkan. Maju selangkah lagi!

Nguyen akan pulang ke tanah airnya, berjuang di tengah-tengah rakyatnya sendiri. Memberikan suntikan semangat, dan menggalang kekuatan. Nguyen menyeru pada kawan-kawannya, jika syarat-syaratnya sudah ada, supaya mengikuti jejaknya. Tetapi jika syarat-syarat perjuangan belum cukup, bolehlah tetap berada di Perancis untuk terus melanjutkan usaha penerangan dan memperteguh persatuan seluruh bangsa terjajah.

Akhir katanya, ia minta maaf kepada kawan-kawan yang ditinggalkan. Minta maaf karena tidak sempat berjabat tangan pada waktu perpisahan. Itu dilakukan karena terpaksa, sebab mata-mata polisi selalu mengawasinya, dan dia harus segera cepat pergi.

Kawan-kawannnya mengerti bahwa Nguyen sudah tidak di Perancis lagi. Tetapi kemana dia pergi, tidak ada yang mengetahui. Nguyen hanya mengatakan bahwa tujuannya kembali ke Vietnam.

***

Di atas dek sebuah kapal dagang, salju berlapis-lapis bertimbun-timbun. Sinarnya gemerlapan. Kapal dagang itu milik Rusia. Bertolak dari sebuah pelabuhan di Eropa, menuju Leningrad, yang pada waktu itu masih bernama Petograd.

Kini kapal membongkar sauh. Seorang pemuda Asia berhadap-hadapan dengan nakhoda kapal. Nakhoda kapal memberikan baju kulit kepadanya. Ia mengucapkan terima kasih atas pemberian baju penolak dingin itu. Pemuda kurus Asia itu adalah Nguyen Ay Kuo.

Tidak berapa lama kemudian, dua pemuda kelasi kapal datang menghampirinya. Katanya, “Jika kau sudah siap, kami akan mengantarkanmu ke kantor.”

Nguyen minta diri pada nakhoda dan meninggalkan kapal, diantar kedua kelasi tadi. Menuju ke suatu kantor.

Seorang pengantarnya tadi menemui opsir yang berada di kantor itu. Berbicara hanya beberapa patah kata. Sesudah itu memalingkan muka kepada Nguyen, katanya: “Opsir ini dapat memberikan pertolongan kepadamu; sekarang ini kita berpisah.” Mereka berjabat tangan dan, kedua kelasi itu pergi.

Nguyen dipersilakan duduk, sebatang rokok ditawarkan kepadanya, tetapi Nguyen menolak dengan halus.

Opsir muda itu memulai pertanyaannya, “Siapa nama saudara?”

“Nama saya Nguyen Ay Kuo.”

“Saudara akan pergi ke mana?”

“Saya ke sini saja, menengok Rusia, negeri saudara.”

“Untuk apa saudara datang ke sini?”

“Untuk melihat wajah Lenin, dan untuk mempelajari Revolusi.”

“Aduh, sayang sekali! Saudara tidak akan melihat wajah Lenin, karena beliau baru saja wafat.” Opsir itu menjawab sambil menyapu air matanya.

“Lenin telah wafat?” tanya Nguyen terharu.

“Benar.”

“Nakhoda mengatakan bahwa saudara datang ke sini menumpang kapalnya, dan saudara tidak mempunyai surat pas.”

“Benar. Saya memang ke sini dengan menyelundup.”

“Apa saudara tidak mempunyai surat-surat bukti, atau surat legitimasi lainnya?”

“Tidak.”

“Di sini, di Rusia, apakah saudara mempunyai kenalan?”

“Saya ada kenalan beberapa pelajar Rusia, misalnya Mikaylovsky, Biderov, dll, tetapi mereka berada di Paris.”

“Saya ingin tahu kenalan yang berada di Rusia.”

“Saya kenal beberapa orang Perancis yang sekarang berada di Rusia.”

“Siapakah itu?”

“Marshal Cazan dan Coucoulier.”

“Apakah mereka mengenal saudara?”

“Ya.”

“Coba saudara tulis surat untuk mereka, sebagai bukti bahwa keterangan saudara benar.”

Lalu Nguyen menulis sebuah surat dan dimasukkan ke dalam amplop, serta memberikan kepada opsir. Opsir itu lalu meminta opsir lain untuk mengantar Nguyen ke sebuah hotel untuk menunggu balasan surat tadi.

Baca lanjutannya: Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam (Bagian 3)

Related

History 8331091149390702848

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item