Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam (Bagian 1)

Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam

Naviri Magazine - Pada 18 Mei 1890, lahir seorang bayi laki-laki bernama Nguyen Sinh Cung, di sebuah desa bernama Kim-Lien, di provinsi Nghe An. Ayahnya, Nguyen Sinh Huy, adalah pegawai kecil pemerintahan yang dipecat karena kegiatannya melawan pemerintahan kolonial Perancis.

Waktu Nguyen masih kanak-kanak, Vietnam belum lama ditaklukkan oleh penjajah Perancis. Rakyat Vietnam penuh dendam terhadap majikannya yang baru itu. Beberapa pahlawan pecinta negara bangkit mengadakan gerakan perlawanan, tetapi semua itu dapat ditindas oleh penjajah Perancis dengan kejam.

Kaum penjajah dan kaum feodal mengadakan kerja sama untuk melakukan penindasan dan pengisapan. Diadakan pajak yang bermacam-macam. Yang paling terberat adalah pajak garam. Di samping itu, untuk membuai dan meracuni rakyat, diadakan penjualan minuman keras dan madat. Rakyat Vietnam pun jatuh dalam lembah kesengsaraan.

Kaum terpelajar Vietnam membangkitkan kembali gerakan melawan penjajah, tetapi organisasi itu tidak meluas, dan bantuannya kepada rakyat tidak terasa. Hasilnya adalah kegagalan.

Tahun 1907, rakyat tani Vietnam Tengah mengadakan pemberontakan tanpa bersenjata. Tuntutan mereka sederhana, yakni keringanan pajak tanah. Tuntutan yang sederhana dan pemberontakan tak bersenjata itu dijawab oleh penjajah Perancis dengan kekejaman yang mengerikan.

Pemimpin-pemimpin pemberontakan, dan orang-orang yang dicurigai, ditangkap dan dipenggal lehernya. Rumah penjara penuh sesak. Barang siapa kedapatan menyimpan surat kabar dan majalah Tionghoa akan ditangkap dan mendapat hukuman berat. Hampir seluruh pelajar dijebloskan ke penjara.

Dr Tran Quy Cap, seorang penulis kenamaan yang dicintai rakyat, dihukum mati di hadapan umum. Begitulah kondisi di Vietnam, sampai Nguyen berumur 15 tahun.

Saat Nguyen berumur 17 tahun, secara resmi ia ikut serta dalam gerakan revolusioner rahasia. Gerakan revolusioner itu dipimpin oleh para pejuang revolusioner tua seperti Pan Chau Trinh, Phan Boi Chau, dan Hoang Hoa Tham. Tugas Nguyen adalah menyampaikan berita, sebagai kurir. Selama ikut dalam keanggotaan organisasi itu, Nguyen banyak belajar tentang nasionalisme, mencintai dan mengabdi kepada rakyat.

Karena melihat penguasa kolonial Perancis yang sewenang-wenang di negerinya, Nguyen menetapkan niat dalam hatinya bahwa dia harus pergi ke Eropa, ke Perancis, dan negeri-negeri di Eropa lain, untuk menyaksikan bagaimana orang Barat mengatur negaranya.

Antara tahun 1912-1913, Nguyen meninggalkan negerinya, menyelundup, menumpang kapal yang mengantar surat ke Perancis. Berkat pertolongan para pekerja kapal, dia selamat sampai ke Perancis. Selama di kapal, dia senantiasa berada di dapur, menolong pekerjaan macam-macam.

Selama di perjalanan itu, Nguyen juga sering membantu teman-temannya yang buta huruf, menuliskan surat untuk dikirim ke rumah. Selain itu, Nguyen juga pandai menggunakan waktunya untuk bergaul dengan orang-orang Perancis di kapal, sambil belajar bahasa Perancis dari mereka.

Beberapa bulan Nguyen hidup di kapal, akhirnya tiba di Marseille, Perancis. Nguyen terbelalak melihat adat kebiasaan orang-orang di sana. Semuanya masih asing baginya. Dalam beberapa hari hidup di Perancis, ia mendapat pengertian yang berharga, yakni orang-orang Perancis di negerinya sendiri lebih peramah dan sopan daripada orang Perancis yang ada di Vietnam.

Setelah turun ke daratan, kapal itu harus menjalani perawatan di Le Havre, karena ada beberapa bagian kapal yang rusak. Sambil menunggu kapal diperbaiki, Nguyen disuruh nakhoda kapal untuk bekerja di rumahnya, di luar kota Le Havre.

Di rumah itu, selain pemilik rumah, hanya dihuni oleh seorang juru masak, seorang pelayan, seorang pesuruh bangsa Vietnam bernama Ashen, dan seorang pelayan baru bernama Abao. “Abao” adalah nama panggilan Nguyen sejak bekerja di kapal.

Pekerjaan Abao sehari-hari sangat ringan, yakni mencuci alat-alat makanan dan piring, serta membersihkan debu dari lukisan-lukisan yang banyak dipajang di dinding rumah. Karena pekerjaannya sedikit, Abao sering melihat-lihat kebun bunga yang luas di sekitar rumah, melihat-lihat majalah bergambar, dan lain-lain. Tapi yang sangat dipentingkannya adalah belajar bahasa Perancis dari pelayan wanita bangsa Perancis yang masih muda di sana.

Abao bekerja di Villa itu selama sebulan. Pada satu malam, tuan rumah memanggilnya dan menawarkan pekerjaan di kapal barang yang akan berangkat ke Afrika. Tanpa ada keraguan, Abao menerima pekerjaan itu.

Pada hari yang sudah ditentukan, kapal barang itu berlayar dari pelabuhan Le Havre menuju Afrika. Abao mempunyai tugas mengurusi air teh untuk nakhoda dan ABK yang hanya berjumlah 8 orang.

Kapal berlayar melalui Spanyol, Protugal, Algeria, Tunisia, dan pelabuhan-pelabuhan di pantai barat Afrika, dan akhirnya tiba di Kongo, daerah jajahan Belgia. Selama dalam perjalanan, Abao menikmati dan selalu turun untuk melihat keadaan tempat-tempat yang disinggahi. Setelah mengantar barang ke Kongo, kapal kembali ke Le Havre, Perancis.

Setahun sebelum perang dunia pertama meletus, Abao yang pindah pekerjaan ke kapal lain yang tiba di London. Di sana dia hidup sebatang kara, dan tetap menggunakan nama Abao. Mula-mula, dia mendapat pekerjaan sebagai tukang sapu di sebuah gedung sekolah menengah. Karena tugasnya berat, Abao hanya tahan beberapa hari.

Lalu dia pindah pekerjaan sebagai tukang perapian di rumah. Setiap jam 5 pagi, bersama seorang pekerja lain, dia mulai bekerja. Di tempat itu pun dia tidak bertahan lama, karena pekerjaannya cukup berat, dan berada di tempat yang sangat panas di bawah rumah.

Abao mendapat pekerjaan lagi di rumah seorang bangsawan di tengah kota London. Pekerjaannya adalah mencuci piring, peralatan makan, dan mengambil sisa-sisa makan di meja tamu. Kerjanya pagi mulai jam 8-12, dan sore mulai jam 5-10 malam.

Perang dunia pertama pecah. Seluruh Inggris bangkit serentak. Beberapa semboyan terpancang di segala tempat, di antaranya berbunyi: “Galang kemerdekaan bangsa-bangsa”, “Lindungilah peradaban manusia”, dan “Hancurkanlah bangsa Jerman, Austria dan Turki yang biadab!”

Abao tertarik dengan semboyan-semboyan itu. Terutama mengenai kemerdekaan bangsa-bangsa. Abao berpikir bahwa bangsa Vietnam pasti juga bisa merdeka. Ia memutuskan untuk menjadi tentara sukarela Inggris. Tetapi, ketika menjalani tes masuk, Abao tidak diterima, sebab syarat-syaratnya tidak terpenuhi, terutama tinggi badan (tinggi badan Abao hanya 163 cm).

Setelah menjalani pekerjaan di London, Abao memutuskan untuk kembali ke Perancis. Waktu tiba di Perancis, api peperangan sedang menyala. Belgia telah terbakar habis, dan tentara Jerman sudah maju sampai ke sungai Mainz. Sementara Perancis telah dihantam habis-habisan.

Di Perancis, Abao bertemu Phan Chau Trinh, pejuang revolusioner bangsa Vietnam; Phan Van Troung, seorang ahli hukum Vietnam; dan banyak pejuang Vietnam lainnya. Abao mulai menganjurkan pada mereka untuk menggalang perjuangan kemerdekaan, tetapi anjuran Abao diabaikan.

Lalu perang dunia pertama selesai. Sekutu mendapat kemenangan. Jerman, Austria, dan Turki bertekuk lutut. Di Versailles, Perancis, diadakan konferensi perdamaian. Negara-negara yang menang maupun yang kalah perang mengirimkan wakil-wakilnya ke sana. Dari negeri-negeri jajahan juga mengirimkan wakil-wakilnya ke sana untuk mengajukan tuntutan kemerdekaan negerinya.

Di antara wakil negeri-negeri jajahan itu, terdapat wakil-wakil Irlandia, India, Korea, Vietnam, Arabia, dan lain-lain. Di antara peserta yang hadir, terdapat Abao sebagai wakil bangsa Vietnam. Tetapi namanya bukan Abao lagi. Melainkan nama sejatinya, Nguyen Ay Kuo. Rombongan wakil Vietnam dibentuk oleh Nguyen Ay Kuo, dengan menarik orang-orang perantau bangsa Vietnam yang berada di Paris dan lain-lain.

Tuntutan yang diajukan pada konferensi perdamaian dibuat oleh Ay Kuo, dengan bantuan seorang ahli hukum bangsa Vietnam, bernama Phan Van Truong.

Hasil konferensi perdamaian tidak seperti yang diharapkan. Harapan akan membangun negara pun lenyap.

Nguyen Ay Kuo mendapat pelajaran. Ia jadi benar-benar mengerti. Pernyataan-pernyataan gemilang dari para pimpinan politik di beberapa negeri pada masa perang itu kosong belaka! Hanya suatu bujukan, untuk memikat hati bangsa-bangsa terjajah. Isinya hanya tipuan-tipuan halus!

Nguyen Ay Kuo jadi mengerti. Tuntutan kemerdekaan suatu bangsa harus disandarkan pada perjuangan bangsa itu sendiri!

Baca lanjutannya: Kisah Ho Chi Minh dan Sejarah Kemerdekaan Vietnam (Bagian 2)

Related

History 8639211552883546729

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item