Di Tengah Wabah Corona, Penderita HIV di Indonesia Terancam Kehabisan Obat

 Di Tengah Wabah Corona, Penderita HIV di Indonesia Terancam Kehabisan Obat, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Direktur Eksekutif Koalisi AIDS Indonesia, Aditya Wardhana, mengeluhkan terjadinya kelangkaan obat antiretroviral (ARV) jenis tenofovir, lamivudine, dan efavirenz di pasaran. Tanpa obat itu, kata dia, nyawa orang dengan HIV/AIDS terancam.

Aditya menduga kelangkaan obat antiretroviral ini disebabkan oleh pembatalan tender obat-obatan di Kementerian Kesehatan. Pada akhir tahun lalu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengubah cara pengadaan obat-obatan yang dilakukan di lembaganya untuk tahun 2020.

"Terjadi keterlambatan pengadaan obat-obatan esensial. ARV termasuk di dalamnya," ujar dia.

Bukan hanya untuk antiretroviral, kekisruhan pengadaan obat lain di Kementerian Kesehatan juga terjadi. Semua bermula dari keinginan Terawan mengubah mekanisme pengadaan obat.

Sekitar sepekan setelah dilantik, Terawan bertemu dengan dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi dan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, di kantornya. Agenda pertemuan saat itu membahas tunggakan BPJS dan pengadaan obat.

Pahala bercerita, dalam pertemuan selama satu setengah jam itu, Terawan mengatakan tak mau kementeriannya ikut mengadakan obat dan alat kesehatan untuk menghindari potensi korupsi. Terawan, menurut Pahala, ingin mengembalikan pengadaan obat ke LKPP.

"Saya katakan, justru kalau dikembalikan akan berbelit dan berpotensi korupsi," ujar Pahala.

Menurut Pahala, tender di Kementerian Kesehatan justru bertujuan mempercepat pengadaan obat. Perubahan pengadaan obat di Kementerian Kesehatan dimulai pada Februari 2019.

Saat itu, Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek meneken nota kesepahaman dengan LKPP tentang pengadaan katalog elektronik sektoral di bidang kesehatan. Tujuan katalog sektoral itu adalah mempercepat pengadaan obat karena jumlahnya yang banyak. Sebelumnya, pengadaan obat dilakukan langsung oleh LKPP.

Namun, Menteri Terawan jalan terus. Dia tetap mengembalikan mekanisme tender itu kepada LKPP. Pembatalan sistem katalog sektoral dibarengi dengan pembatalan tender sejumlah obat. Kementerian Kesehatan memperpanjang kontrak perusahaan pemenang tender pengadaan obat periode 2018-2019.

Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi, Tirto Kusnadi, mengatakan perubahan mekanisme itu ikut menimbulkan ancaman kelangkaan obat. Sebab, para pengusaha menilai kebijakan Terawan memicu ketidakpastian untuk mengadakan obat.

Apalagi, belakangan, harga bahan baku obat melonjak drastis di tengah pandemi Covid-19. Dua negara utama produsen bahan baku obat, Cina dan India, sempat menutup keran ekspor ke negara lain akibat wabah Corona.

Selain itu, pabrik bahan baku meminta pembayaran kontan dan harga lebih tinggi akibat kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat. Tirto mengatakan, kenaikan harga bahan baku obat itu mencapai 60-70 persen.

Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, Susi Setiawaty, menyebut ada kekhawatiran kelangkaan obat dalam waktu dekat, apalagi kalau pandemi Covid-19 terus berlangsung. "Stok obat masih aman hingga Juni, tapi setelah itu kami tidak tahu," ujar Susi.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto belum bisa dimintai tanggapan mengenai kelangkaan obat ini. Anggota staf khusus Menteri Kesehatan, Alexander Kaliaga Ginting, menyebutkan perubahan sistem pengadaan itu bertujuan agar pengadaan terbuka dan harga serta produk pun bisa dipertanggungjawabkan.

Menurut Alexander, kalaupun ada keterlambatan pengadaan, itu terjadi karena belum terpenuhinya persyaratan secara online sesuai dengan kriteria Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 8133977881767280400

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item