Mikhail Gorbachev, Presiden Uni Soviet yang Membubarkan Negaranya (Bagian 2)

Mikhail Gorbachev, Presiden Uni Soviet yang Membubarkan Negaranya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mikhail Gorbachev, Presiden Uni Soviet yang Membubarkan Negaranya - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Ditambah peristiwa bersatunya Jerman, makin digdayanya gerakan nasionalis di Eropa Timur, dan kegagalan kudeta komunis garis keras, ujung dari semua ini adalah pecahnya Uni Soviet menjadi 15 republik independen pada 26 Desember 1991.

Gorbachev mengundurkan diri pada satu hari sebelumnya, lalu menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Boris Yeltsin, selaku presiden Federasi Rusia pertama. Pada sore hari itu, bendera Soviet diturunkan dari kompleks Kremlin, digantikan bendera Rusia sebelum revolusi, yang berwarna putih, biru, dan merah.

Mengurus Gorbachev Foundation

Reagan dan Gorbachev tampak seperti anak kembar. Media memotret keduanya memakai baju yang sama: celana jeans biru tua, kemeja lengan panjang biru muda, dan topi koboi putih.

Kunjungan pada 1992 itu tidak Gorbachev niatkan sebagai basa-basi antar-kolega saja, tapi juga mengumpulkan sumbangan untuk organisasi baru yang ia namai International Foundation for Socio-Economic and Political Studies. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan “Gorbachev Foundation”.

William Taubman dalam Gorbachev: His Life and Times (2017) memaparkan lembaga think-tank itu bekerja untuk meneliti dan memublikasikan segala hal yang terkait perestrorika.

Selain ke Amerika Serikat, Gorbachev mengumpulkan pendanaan lembaganya ke Spanyol, Jepang, dan negara-negara lain. Metode lain termasuk dengan meminta bayaran besar selama memberikan kuliah internasional.

Gorbachev menampakkan sifat kritisnya kepada semua presiden Rusia setelahnya. Namun dinamika yang paling menarik barangkali hubungannya dengan Vladimir Putin.

Menghadapi Vladimir Putin

Putin pertama kali memenangi pemilu presiden pada tahun 2000. Pada Mei di tahun yang sama, ia disumpah di Kremlin. Gorbachev menghadiri acara ini, dan tercatat untuk pertama kalinya ia memasuki kompleks Kremlin sejak 1991.

Awalnya ia mendukung Putin, karena bersikap anti-Yeltsin. Ia percaya Putin adalah seorang demokrat yang jauh dari otoritarianisme selama bertugas menstabilkan ekonomi. Pandangan ini berubah mulai 2008. Kala itu, Putin baru menyelesaikan tugas sebagai presiden di periode kedua. Ia tidak bisa maju pilpres lagi karena terhalang konstitusi.

Namun, lobi-lobi politiknya cantik. Alhasil, Putin diangkat sebagai Perdana Menteri pada era Presiden Dmitry Medvedev (2008-2012). Pada pilpres 2012, Putin maju lagi dan menang kembali.

Di titik itulah kritisisme Gorbachev menguat, karena otoritarianisme Putin makin tak terkendali. Putin dianggap banyak pihak sedang menggerogoti demokrasi Rusia. Penangkapan dan pemenjaraan lawan politik makin marak. Kebebasan pers dibatasi. Pemilu makin jauh dari kata jujur dan adil. Indeks HAM dan korupsi juga memburuk.

Segala penyesalan

Pada Agustus 2011, Guardian menerbitkan wawancara eksklusif dengan Gorbachev. Jurnalis Jonathan Steele bertanya: adakah keputusan yang Gorbachev sesali selama memimpin Uni Soviet?

“Fakta bahwa aku memakan waktu terlalu lama untuk mencoba mereformasi partai komunis,” jawabnya tanpa ragu.

Gorbachev melanjutkan, ia seharusnya mengundurkan diri pada April 1991, lalu membentuk partai reformasi demokratik. Ini karena pada saat bersamaan golongan komunis garis keras sedang melakukan berbagai cara untuk menghadang segala perbaikan sistemik ala Gorbachev.

Faktanya, Gorbachev memang menyatakan undur diri pada rapat komite partai pada April 1991. Keputusannya saat itu cukup emosional. Tiga jam kemudian, usai lobi-lobi, Gorbachev menganulir keputusannya. Ia merasa tidak punya hak untuk meninggalkan partai.

Dua dekade kemudian, keraguan itu hilang sepenuhnya. Ia menyesal karena terlambat memberikan kesempatan pada ke-15 republik untuk menentukan nasib sendiri. Akibatnya, darah sempat mengalir di Lithuania dan Azerbaijan.

Steele lalu bertanya sebaliknya: prestasi apa yang paling ia banggakan selama memimpin Soviet?

Gorbachev menjawab hanya dengan satu kata: “Perestrorika”.

Related

History 6408522379828712415

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item