Benarkah Orang Papua Pernah Bertemu Alien di Zaman Kuno?

Benarkah Orang Papua Pernah Bertemu Alien di Zaman Kuno? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Alien jadi pembahasan yang menarik. Bumbu kisahnya, mereka datang ke Bumi dengan mengendarai piring terbang. Hollywood bahkan memvisualkan imajinasi liar mengenai alien dalam ratusan film. Tema yang diangkat salah satunya perjumpaan alien dengan manusia dari peradaban kuno.

Bahkan, salah satu kisah Indiana Jones yang populer, bertajuk Indiana Jones & the Kingdom of the Crystal Skull, menceritakan bangsa Inca yang berhubungan dengan Alien, untuk membangun peradaban. Kisah mengenai perjumpaan alien dengan suku prasejarah, juga ada di Distrik Kuruli, Kabupaten Jayawijaya.

Tentu kisah itu kabar dari mulut ke mulut warga setempat ataupun turis, yang belum teruji secara ilmiah. Muasalnya, dari lukisan purba di gua Kontitola di Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Papua.

Gua ini terletak di ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut. Gua Kontilola sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata saat musim turis di Lembah Baliem. Gua ini oleh wisatawan dikenal sebagai gua bergambar lukisan alien di dindingnya. Lalu, benarkah itu gambar alien?

Eksplorasi arkeologi oleh Balai Arkeologi Papua di Gua Kontilola, menunjukkan bahwa yang dimaksud gambar alien oleh wisatawan ini sebenarnya termasuk sebagai rock art atau seni gambar cadas yang dibuat oleh manusia prasejarah.

“Gambar alien yang terdapat di Gua Kontilola sesungguhnya merupakan gambar berbentuk manusia. Pada masa prasejarah, teknik menggambar manusia pada masa itu masih sangat sederhana,” kata arkeolog Hari Suroto.

Situs Gua Kontilola berdasarkan cerita rakyat yang dipercaya oleh masyarakat Kurulu, dulu merupakan tempat tinggal nenek moyang mereka. Eksplorasi arkeologi juga menemukan spesies udang bertubuh transparan berukuran 1 -1,5 cm. Di dalam ruang gua yang gelap terdapat sumber air tawar, yang tercipta dari tetesan air dari stalagtit. Di dalam sumber air inilah udang tersebut ditemukan.

Menurut Hari Suroto, penelusuran informasi ke masyarakat sekitar gua, mereka baru mengetahui jika di dalam gua terdapat udang transparan. Udang bertubuh transparan juga sebelumnya ditemukan Tim Balai Arkeologi Papua dalam eksplorasi arkeologi di Situs Gua Togece, Kampung Parema, Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya.

Keberadaan air ini sangat penting dalam sebuah permukiman prasejarah. "Manusia prasejarah dalam memilih lokasi sebagai tempat tinggal, didasari oleh tempat yang aman dan nyaman untuk ditinggali. Selain itu, keberadaan sumber air tawar juga menjadi pertimbangan, serta ketersediaan sumber makanan di lingkungan sekitar," kata Hari.

Untuk mencapai gua ini, wisatawan harus mendaki tebing yang lumayan curam. Menurut Hari, manusia prasejarah memilih tempat tinggal seperti Gua Kontiola, juga dengan pertimbangan keamanan dari serangan binatang buas dan juga musuh.

"Gua yang terletak di ketinggian dianggap sangat strategis, aman dari serangan musuh atau serangan binatang buas," katanya. Dalam penelitian sebelumnya, tim arkeolog pernah menemukan alat batu di gua itu.

Mumi Distrik Kurulu

Selain lukisan alien, situs indonesia.go.id menyebut Distrik Kurulu juga menyimpan mumi yang dimiliki Suku Dani. Mumi bernama Wim Motok Mabel yang paling menarik perhatian pengunjung karena merupakan leluhur Suku Dani, tepatnya generasi ketujuh Suku Dani.

Nama Wim berarti perang, Motok adalah pemimpin, dan Mabel adalah nama individu mumi ini. Sekitar ratusan tahun silam, Wim Motok Mabel merupakan panglima perang yang paling disegani. Ia berasal dari era 300-an tahun lalu, dihitung dari jumlah tali di lehernya yang ditambah setiap tahun berganti.

Dari penuturan mulut ke mulut Suku Dani, Wim Motok Mabel sebelum meninggal dunia, meminta jasadnya diawetkan. Agar ingatan Suku Dani terhadapnya tak hilang. Menariknya, mumi Wim Motok Mabel tidak hanya mematri ingatan sukunya, namun juga mengundang wisatawan. Keberadaan mumi itu membuat warga Suku Dani sejahtera karena pariwisata.

Proses mumifikasinya memakan waktu 200 hari pengasapan setelah upacara “Ap Ako”, upacara meninggalnya seseorang yang akan dijadikan mumi.

Tapi tak sembarang orang dijadikan mumi. Hanya para kepala suku dan panglima perang yang dimumikan. Mereka juga dihadirkan pada setiap upacara maupun pesta, karena dipercaya bisa mendatangkan kesuburan dan kebahagiaan.

Penduduk distrik kini mengandalkan uang dari pengunjung yang datang, untuk satu grup turis biasanya dikenai tarif Rp300.000, untuk melihat dan mengambil gambar Wim Motok Mabel sepuasnya.

Tidak hanya menyaksikan mumi, pengunjung juga bisa membeli suvenir khas Kurulu, semisal koteka, noken, kalung, gelang, dan beragam kerajinan tangan lainnya. Harganya bervariasi, mulai dari Rp.50.000 hingga ratusan ribu rupiah.

Related

Science 6874716830099763062

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item