Ribut-ribut Soal Review Eiger di Media Sosial, Ini Tanggapan Pakar Marketing


Naviri Magazine - Surat “keberatan” Eiger (PT Eigerindo Multi Produk Industri) untuk seorang konsumen viral di media sosial. Perusahaan lokal yang memproduksi peralatan rekreasi alam ini dinilai gagal memberikan respons yang tepat pada kegiatan review (ulasan) produk di media sosial—yang semakin marak di jagat maya.

Surat yang beredar luas itu dilayangkan untuk Dian Widiyanarko, pemilik akun Youtube “duniadian”. Ada tiga hal yang dipersoalkan Eiger terhadap video ulasan kacamata dari Dian, yaitu kualitas video kurang baik sehingga menyebabkan produk terlihat berbeda dari yang seharusnya; adanya gangguan suara yang menyebabkan informasi kurang jelas tersampaikan; dan lokasi pengambilan video kurang layak.

“Dari poin keberatan tersebut, kami berharap saudara dapat memperbaiki dan/atau menghapus konten review produk kami yang saudara unggah,” ucap HCGA & Legal General Manager Eigerindo Multi Produk Industri, Hendra, dalam surat tertanggal 23 Desember 2020.

Dian menolak permintaan tersebut. Menurutnya keberatan Eiger kebablasan. “Saya, kan, review produk enggak Anda endorse. Kalau Anda endorse atau ngiklan bolehlah komplain begitu. Lha ini beli, enggak gratis, lalu review pakai alat sendiri,” ucap Dian dalam akun Twitter @duniadian.

Surat keberatan Eiger ternyata juga menyasar dua pembuat konten Youtube lain pada 20 November 2020 dan 30 Oktober 2020. Eiger juga mempersoalkan dua poin serupa, yaitu terkait kualitas video dan gangguan suara.

Tapi dua surat keberatan sebelumnya tidak ramai di media sosial. Setelah banyak dibicarakan dan direspons negatiflah Eiger buka suara. Sang CEO, Ronny Lukito, meminta maaf secara terbuka. 

“Kami sadari apa yang kami lakukan tidak tepat dan salah. Sejatinya maksud dan tujuan awal kami adalah untuk memberikan masukan kepada reviewer agar lebih baik lagi. Tetapi sekali lagi, kami menyadari bahwa cara penyampaian kami salah,” ucap Ronny.

Biasa Sajalah

Managing Partner Inventure Indonesia Yuswohady menilai persoalan seperti Eiger tak akan terjadi bila perusahaan tidak gagap merespons fenomena marketing horizontal atau kegiatan pemasaran suatu produk yang dijalankan sendiri oleh konsumen untuk konsumen lain. Yuswo bilang tren ini tidak bisa dibendung apalagi dengan dapat diaksesnya berbagai platform media sosial oleh siapa pun.

Perusahaan harus sadar kalau ajang promosi kini tidak lagi terbatas dari inisiatif mereka sendiri.

Mereka juga harus tahu bahwa pemasaran oleh pihak internal cenderung terbatas karena harus selalu fokus pada sisi baik produk, sementara opini konsumen memiliki kekuatan tersendiri karena lebih objektif dan pendapat seperti itulah yang lebih dibutuhkan konsumen lain. Persis karena itu perusahaan seharusnya berterima kasih karena produknya dipasarkan tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun.

“Marketing yang paling ampuh itu horizontal, ketika konsumen bisa mengatakan produk bagus tanpa dibayar,” ucap Yuswo.

Local Consumer Review Survey 2016 menemukan lebih dari 80 persen konsumen percaya ulasan dari para pelanggan lain. Tujuh dari 10 orang juga akan meninggalkan ulasan jika diminta. Survei Statista menyebut tahun 2016 tingkat kepercayaan pembeli terhadap ulasan online meningkat, sementara yang tak percaya menurun.

Di Indonesia, salah satu negara dengan pengguna internet terbanyak, sekitar 70 persen pembeli percaya ulasan pelanggan lain bahkan 12 kali lebih besar dibandingkan keterangan dari produsen.

Ulasan seorang konsumen memang tak bisa dikendalikan. Meski demikian, Yuswo mengatakan perusahaan seharusnya dapat merespons lebih baik.

Pada perkara Dian, menurutnya Eiger dapat mengambil langkah persuasif alih-alih mengirim surat resmi dengan tanda tangan divisi hukum. Misalnya bertemu secara fisik atau virtual dan memberi masukan agar ulasan selanjutnya lebih baik.

Eiger bahkan bisa saja menyediakan perlengkapan perekaman yang lebih baik sampai mengajarkan Dian teknik videografi yang lebih baik. Hanya saja memang pemberian dan bantuan ini jangan sampai mengondisikan seorang konsumen yang ingin tetap independen sebagai pengulas.

Jika suatu ulasan bernada negatif, perusahaan tak selayaknya langsung memusuhi. Selama opini itu disertai argumentasi, justru perusahaan diuntungkan karena dapat mengetahui kekurangan produknya dan dapat berbenah. Perusahaan juga tak sebaiknya pilih-pilih seperti hanya mau ulasan yang baik.

“Itulah opini konsumen. Bisa menguntungkan atau merugikan brand. Itu kenyataan yang harus diterima. Brand tidak seharusnya marah,” ucap Yuswo.

Related

News 3796846344011593626

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item