Sejarah dan Asal Usul Dongeng 1001 Malam yang Melegenda (Bagian 1)


Naviri Magazine - Mungkin tak ada yang tak kenal dengan dongeng 1001 malam. Ali Baba dan 40 Penyamun, Aladdin dan Lampu Wasiat, Sinbad si Pelaut, Hakim yang Bijaksana, Kisah 3 Buah Apel, dan kisah-kisah ajaib lainnya, menemani masa kanak-kanak kita dengan fantasi dan moral cerita yang menawan. 

Sayangnya, tak banyak yang tahu bahwa dongeng awalnya agak berbeda dengan yang kita kenal saat ini.

Kisahnya diawali oleh Scheherazade, putri seorang menteri Persia, yang dipersunting oleh Raja Shahryar. Sialnya, bukan menemukan kebahagiaan, keselamatannya justru terancam karena sang raja punya tabiat mematikan, menghukum mati istrinya setelah malam pertama pernikahan, sebagai balas dendam karena pernah dikhianati oleh istri pertamanya. 

Sudah puluhan wanita yang menjadi korban kebiadaban sang raja. Untunglah Scheherazade bukan hanya cantik, tetapi juga cerdas. Untuk mengulur waktu agar sang raja tak membunuhnya, perempuan cerdik ini selalu mengisahkan kisah menarik setiap malam. 

Kisahnya selalu bersambung setiap malam, hingga 3 tahun atau 1001 malam. Sang raja akhirnya tertarik dengan ceritanya, hingga mengurungkan niat untuk membunuhnya. Kumpulan cerita Scheherazade inilah yang kelak dikenal sebagai Kisah 1001 Malam.

Menilik nama tokohnya, mungkin dongeng ini berasal dari Persia atau India. Asal muasal ceritanya dapat ditelusuri kembali dari Arab, Persia, Mesopotamia, Mediterania, Mesir, hingga India. 

Beberapa cerita binatang dalam 1001 malam dipengaruhi oleh Kisah Pancatantra dan Jataka dari India. Cerita-cerita dalam dongeng ini bertema cinta, puisi, kisah berlatar belakang sejarah, fantasi, dan sihir. 

Ironisnya, di Timur Tengah, dongeng itu masih kalah tenar dibandingkan puisi. Kalau saja tak ada yang memperkenalkannya ke dunia luar, mungkin dongeng-dongeng itu tetap tinggal sebagai dongeng para saudagar dan pengelana padang pasir.

1001 malam ala Perancis

Antoine Galland, seorang sarjana Perancis, menerjemahkan The Tale of Sindbad the Sailor di Istambul selama tahun 1690-an dan 1701, ke dalam Bahasa Perancis. Segera setelah menyelesaikan karyanya, Galland berkenalan dengan sejarawan asal Suriah, yang memperkenalkannya dengan naskah Arab, Alf Laylah wa Laylah. Kolaborasi itu diterbitkan dalam 12 volume atau seri buku.  

Dalam Bahasa Perancis, serinya dikenal sebagai Les mille et une nuits. Kedua belas volumenya terbit antara tahun 1704 hingga 1717. Inilah terjemahan pertama 1001 malam di Eropa.

Karya sastra ini sekaligus membuka mata pembaca Eropa pada sastra Arab yang cemerlang. Sebelumnya, dunia sastra Arab sama sekali tak dikenal di Eropa. Ketertarikan Galland pada sastra Arab dimulai ketika ia mempelajari Sastra Latin, Yunani, dan Arab di Paris. 

Pada tahun 1670, Galland ditugaskan di Kedubes Perancis di Istambul, Turki. Pengalaman itu membuka jalan bagi petualangan penerjemahan karya sastra Arab. Cerita-ceritanya kelak menginspirasi banyak penulis Barat seperti Voltaire, Samuel Taylor Coleridge, Edgar Allan Poe, Charlotte Bronte, Jorge Luis Borges, Salman Rushdie, dan AS Byatt.
                 
Aladin dari Cina

Meskipun dikenal sebagai 1001 malam, awalnya jumlah cerita tak lebih dari 200. Galland menambahkan cerita kisah Sinbad yang sebelumnya diterjemahkannya. Ia juga diam-diam memasukkan cerita yang lain ke dalam terjemahannya. 

Aladin yang secara salah kaprah kita anggap sebagai cerita asli 1001 malam, belakangan diketahui cerita tambahan. Tokoh ini pun bukan berasal dari Irak seperti yang selama ini kita kenal. Tokohnya memang muslim dan bernama mirip Arab, tapi latar belakang aslinya sebenarnya adalah Cina. Versi ini jauh berbeda dengan versi film Disney yang kadung mendunia. Bahkan Puteri Jasmine yang kita kenal, sebenarnya nama aslinya adalah Badroulbadour. Artinya bulan purnama.

Mungkin kisah Aladin berlatar belakang komunitas muslim di Cina. Hal ini tak mengejutkan, karena cerita 1001 malam lain dulunya memang dituturkan dari mulut ke mulut oleh para pedagang di sepanjang jalur sutera. 

Para penuturnya mungkin mengumpulkan cerita atau saling bertukar cerita dengan penutur lain di sepanjang perjalanan dagang dari Persia, Mesir, India, hingga ke Cina. Mungkin juga cerita aslinya diubah latar belakangnya, sesuai dengan asal muasal si penutur. Banyak yang percaya kisah Aladin ber-setting Turkestan (kini masuk wilayah Provinsi Xinjiang, Cina) yang memang dihuni oleh mayoritas muslim.

Kisah Ali Baba

Selain Aladin dan Sinbad, Galland juga menambahkan cerita tenar lainnya yang kita yakini sebagai cerita 1001 malam asli. Kisah Ali Baba dan 40 penyamun sebenarnya cerita yang ditambahkan ke cerita 1001 malam oleh Galland. Sialnya, justru versi Perancis inilah yang kita kenal sebagai dongeng 1001 malam yang asli. 

Galland mengaku, pada tahun 1709 ia berkenalan dengan Hanna Diab, seorang Pendeta Kristen Maronit dari Allepo, Damaskus, Suriah. Dari Diab, Galland mendapatkan empat belas cerita baru. Sayangnya, pengakuan Galland tak digubris sebagian ilmuwan, yang lebih percaya Galland yang mengarang cerita tambahan itu.
             
Baca lanjutannya: Sejarah dan Asal Usul Dongeng 1001 Malam yang Melegenda (Bagian 2)

Related

History 883215328790334661

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item