Isu Jokowi 3 Periode Muncul Lagi, Kenapa Tak Ada yang Usulkan SBY 3 Periode?


Naviri Magazine - Isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menjabat hingga 3 periode kembali berhembus jelang perhelatan pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Lalu, sebenarnya mengapa isu itu bisa berhembus lagi?

Jika mengulas usulan 3 periode masa jabatan Presiden Jokowi muncul di akhir 2019. Wacana tersebut menguat dengan usul amandemen UUD 1945 yang saat itu ingin digodok Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Belakangan diketahui, saat itu Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) MPR Johnny G Plate yang sudah mengeluarkan wacana masa jabatan Presiden Jokowi 3 periode pada awal Oktober 2019. Tujuannya, demi konsistensi pembangunan.

Kemudian di awal 2021, isu tersebut juga kencang bahkan didukung salah seorang pegiat survei. Bahkan, jika Amandemen UUD 1945 dilakukan, Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari saat itu ingin memasangkan Jokowi dengan Prabowo Subianto.

Saat itu Qodari berpendapat, penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode bukan hanya soal Jokowi saja. Tapi, bisa memudarkan polarisasi pasca Pilpres 2014, Pilkada 2017 dan Pilpres 2019.

Kini, isu tersebut kembali kencang. Bahkan, mendapat dukungan dari politisi PDIP, Effendi Simbolon yang memandang wacana Presiden Jokowi menjabat tiga periode, merupakan hal yang realistis. Dia membandingkannya dengan zaman Soekarno dan Soeharto.

“Itu realistis (3 periode). Karena zaman Bung Karno (Soekarno) lebih dari 2 periode, Soeharto lebih dari 2 periode,” kata Effendi.

Effendi mengatakan, masa jabatan presiden dituangkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945. Effendi memandang baik jika Jokowi menjabat hingga tiga periode.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Senior Institut Riset Indonesia (INSIS) Dian Permata mengatakan, boleh saja pegiat survei hingga poltiksi berimajinasi untuk mendorong adanya wacana masa jabatan Presiden Jokowi 3 periode.

"Salah seorang pegiat survei mengatakan bahwa dirinya memiliki imajinasi pada 2024, Jokowi dan Prabowo dapat dikawinkan pada Pilpres 2024. Ide itu ia dapat dari data. Survei lembaganya. Bahwa, kedua orang tersebut memiliki elektabilitas tinggi dibandingkan kandidat lainnya," urai Dian.

"Ide tersebut direspon public sebagai jalan liar menuju tiga periode. Sebab jika ide ingin direalisasikan maka harus ada perubahan atau amandemen sial masa jabatan presiden," sambungnya.

Dia menjelaskan, jika berdasarakan data elektabilitas maka logika tersebut bisa saja dibenarkan. Pasalnya, Jokowi dan Prabowo memang memiliki elektabilitas signifikan.

"Hanya saja yang menjadi pertanyaan. Kenapa imajinasi itu berlaku pada saat ini saja? Bukan pada 2014?" tanya Dian.

Padahal, lanjut Dian, pada Pilpres 2014 elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu lebih tinggi ketimbang Jokowi.

"Pada 2014, elektabilitas SBY masih terbilang tinggi. Bahkan jika melihat hasil pilpres di periode keduanya, SBY memeroleh dukungan 66 persen. Sedangkan Jokowi pada periode keduanya hanya 55 persen. Karena itu, jika logika imajinasi diterapkan pada 2014, maka bisa SBY dan Jokowi yang disandingkan," urainya.

Namun, Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa dia tidak akan memimpin hingga tiga periode. Dia mengatakan konstitusi sudah tegas mengatakan presiden Indonesia maksimal memimpin dua periode.

“Mau berapa kali saya bilang, saya pernah ngomong apa? Apa lagi? Yang muda-muda dan pintar-pintar kan banyak. Pilih yang paling baik, Saya ini sudah jadul dan usang,” tegas Jokowi.

Sedangkan terkait survei yang memuji kinerja Jokowi dan memunculkan wacana dia akan maju untuk periode ketiga, Jokowi hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Harus gimana lagi ngomongnya, maunya ini saya ngomongnya gimana lagi?" pungkas Jokowi.

Related

News 929845104164652712

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item