Sejarah Panjang Lahirnya BRI di Indonesia, Ternyata Berawal dari Kas Masjid (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Panjang Lahirnya BRI di Indonesia, Ternyata Berawal dari Kas Masjid - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sekitar bulan Oktober 1942, bekas AVB yang bersalin jadi Syomin Ginko dibuka kembali. Nama Syomin Ginko hanya bertahan hingga menyerahnya bala tentara Jepang di Indonesia. 

Setelah tentara Jepang menyerah kalah, Syomin Ginko dikendalikan orang-orang Indonesia. “Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 tahun 1946 (tanggal 22 Februari 1946), bank ini berganti nama menjadi Bank Rakjat Indonesia (BRI) dengan status sebagai Bank Pemerintah,” tulis Djokosantoso Moeljono, dalam Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. 

Di masa revolusi, pada 1948, bank ini sempat tak bisa berjalan, karena konflik fisik Indonesia-Belanda. 

Setelah keadaan pulih karena kesepakatan Roem Royen pada 1949, BRI bisa beroperasi lagi. Di zaman Republik Indonesia Serikat, bank ini sempat dinamai Bank Rakjat Indonesia Serikat (BARRIS). BRI sempat dilebur bersama Nederlandsch Handels Maatschapijj serta Bank Tani dan Nelajan, dalam Bank Koperasi Tani dan Nelajan (BKTN), berdasar PERPU nomor 41 tahun 1960. 

Pada 1965, bank tersebut dimasukkan dalam Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelajan (BIUKTN). BIUKTN bekas BRI kemudian digabung dengan Bank Tabungan Negara, menjadi Bank Negara Indonesia Unit II bidang Rural. Namun, berdasar UU Nomor 21 tahun 1968, Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rural itu kembali dikenal sebagai Bank Rakjat Indonesia (BRI). 

Pada 1992, BRI berubah menjadi perseroan terbatas, dengan 100 persen saham milik pemerintah. Pada tahun 2003, status BRI berubah menjadi perusahaan publik, setelah pemerintah melepas 30 persen sahamnya ke publik.

Kas Masjid dan Hubungan dengan Ulama

Pada saat didirikan pada 1895, BRI dimaksudkan untuk mengelola kas masjid, yang disalurkan kepada masyarakat melalui skema pinjaman yang sederhana. Uang yang digunakan sebagai pinjaman di awal sejarah BRI adalah uang dari kas masjid Purwokerto, yang dipercayakan kepada Wirjaatmadja. 

Dalam perkembangannya, BRI akhirnya tidak lagi mengelola dana kas masjid. Hubungan dengan masjid atau ulama kemudian terputus.

“Saat mula-mula didirikan, bank ini sudah menjalin hubungan dengan mesjid dan ulama-ulama setempat. Hubungan BRI-mesjid, kemudian seperti terputus begitu saja,” tulis Ohiao Halawa, dalam Kisah Sukses Para Manajer: Profil 4 Top Eksekutif Indonesia. 

Keputusan Muhammadiyah yang dipimpin Abdul Rozak Fachruddin untuk berhubungan dengan BRI menjadi hal penting dalam hubungan BRI dengan ulama pada 1989. Terutama sekali berkaitan dengan perkembangan soal kehalalan penggunaan bank.

“Kerja sama dengan bank untuk pertama kalinya ini merupakan langkah yang berani, karena di lingkungan umat Islam masih terdapat perbedaan pendapat tentang kehalalan bank, terutama berkaitan dengan riba dan bunga bank,” tulis buku 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. 

Kerjasama BRI dengan Muhammadiyah itu dilakukan di Gedung BRI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pada 25 April 1989. Menurut Aris Saefulloh, dalam Gus Dur vs Amin Rais, pendirian BRI oleh Wirjaatmadja adalah “awal kesadaran dan kebangkitan Islam di Indonesia pada jaman modern".

Kas masjid yang jumlahnya 4.000 gulden milik umat Islam yang dikelola Wirjaatmadja lalu menjadi sumbangan orang-orang Islam Jawa kepada orang-orang yang membutuhkan dana segar, dan akhirnya menjadi sebuah aset besar yang kini dikenal sebagai BRI. 

Related

History 5584284576734664161

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item