Kisah Pria yang Menjadi Korban Kekerasan Istrinya Selama 10 Tahun (Bagian 3)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Pria yang Menjadi Korban Kekerasan Istrinya Selama 10 Tahun - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Ia lalu mengusulkan kita bercerai sesaat sesudahnya. Saya rasa ia sebenarnya tidak ingin bercerai, itu hanyalah upayanya agar saya diam.

Saya tahu kesempatan ini tidak datang dua kali dan saya sepakat bercerai. Di sebuah kantor catatan penduduk kami mengantri, jadi kami cari kantor lainnya. Saya berpikir, saya harus bercerai jika saya punya kesempatan. Kami pun akhirnya bisa bercerai.

Hari paling bahagia dalam hidup saya adalah ketika saya mendapat surat resmi perceraian sebulan kemudian. Beberapa hari setelah bercerai saya berteriak: "Kamu memerkosa saya!" kepada Ira.

"Saya memerkosa kamu? Lalu kenapa?" katanya.

Saya tidak tahu bagaimana menjawabnya, sampai sekarang. Di satu sisi, ia mengakui perbuatannya, tapi ia juga menertawakannya.

Saya pulang ke rumah orang tua saya dan secara perlahan membatasi kontak dengan Ira. Saya keluar dari pekerjaan saya dan tinggal di rumah selama beberapa minggu. Saya takut Ira ada di luar sana, mengamati saya.

Suatu hari Ira datang lagi dan mengetuk pintu rumah, menendangnya dan berteriak. Ibu saya takut. Saya tersenyum dan berkata, "Bu, bisa Anda bayangkan bagaimana saya dulu."

Peristiwa seperti ini bisa membunuh kita

Saya tidak mengumpulkan bukti dan tidak bercerita ke orang lain. Saya bisa saja cerita ke orang tua saya, tapi sejak saya kecil saya tahu mereka tidak bisa jaga rahasia. Saya juga tidak tahu bagaimana cerita ke teman-teman soal pengalaman saya.

Saya mencari kelompok dukungan, tapi di Ukraina kelompok itu hanya ada untuk perempuan. Akhirnya saya menemukan komunitas online untuk pria dari San Francisco.

Psikoterapis pertama yang saya temui di Ukraina mencemooh saya: "Itu tidak mungkin terjadi--ia perempuan dan kamu laki-laki." Jadi saya berpindah-pindah ke enam spesialis dan akhirnya saya mendapatkan bantuan. Saya baru mengizinkan orang memegang tangan saya delapan bulan kemudian.

Saya sempat berpikir membawa kasus ini ke pengadilan. Pengacara bilang ada peluang saya mendapat perintah pengadilan agar ia tidak mendekati saya, atau restraining order. Tapi saya tidak membutuhkannya sekarang. Sudah lama, saya hanya ingin Ira mengakui perbuatannya dan minta maaf.

Saya masih tidak bekerja dan masih sulit bagi saya untuk bangun setiap pagi. Saya tidak punya tujuan hidup. Saya bahkan tidak tahu apa yang sudah saya lakukan setahun belakangan ini.

Saya tahu saya tidak akan berhubungan lagi dengan orang lain dan tidak akan punya anak. Saya sudah menyerah.

Tapi saya sudah diam terlalu lama, dan akhirnya semuanya berantakan! Mungkin ada pria yang mengalami situasi serupa dengan saya sekarang, dan ia akan membaca kisah ini.

Penting baginya untuk paham: situasi ini tidak akan berakhir, tidak ada yang akan bisa diperbaiki, ini adalah situasi yang tidak akan bisa hilang, dan ini bisa membunuh Anda. Jika Anda paham semua ini, maka setidaknya Anda punya peluang bertahan.

Kenapa korban kekerasan tidak meninggalkan pelaku?

• Orang yang tumbuh di keluarga yang mengalami kekerasan mengulangi perilaku orang tuanya di keluarga mereka sendiri.

• Korban takut isolasi dan stereotipe: "Apa yang akan tetangga katakan?" "Seorang anak harus tumbuh bersama kedua orang tuanya."

• Tahapan pertama, kekerasan psikologi, sulit dikenali. Oleh karenanya, korban secara perlahan terbiasa dan kehilangan kemampuan untuk menganalisis situasi dan bertindak.

• Korban kekerasan tidak punya tujuan lain, keuangannya bergantung pada pelaku, atau berada di posisi yang rentan (seperti hamil atau anaknya masih kecil.)

• Saat meminta tolong pada petugas yang berwenang, mereka menjawab "Ini masalah keluarga" dan menyerah.

Demikian menurut Alyona Kryvuliak, kepala Departemen Hotline Nasional La Strada-Ukraina, dan Olena Kochemyrovska, penasihat untuk Dana Populasi di PBB untuk mencegah dan menangkal kekerasan gender.

Bagaimana laki-laki mendapat bantuan psikologi?

Kelompok dukungan psikologi dapat ditemukan di komunitas Klub Pria di Ukraina, namun inisiatif itu berusia pendek, kata aktivis Max Levin. Menurutnya, para pria tidak siap berkonsultasi ke psikolog.

Alyona Kryvuliak dari La Strada-Ukraina mengatakan, para laki-laki baru menelepon hotline ini ketika tersedia 24 jam. Mereka tidak mau menelepon saat jam kerja biasa.

Bahkan sekarang, para pria masih khawatir identitasnya akan terungkap dan mereka tidak siap membela hak-haknya di institusi publik seperti pengadilan atau lembaga penegak hukum lainnya.

Bagi korban pria, tekanan psikologi akibat kekerasan bisa berkepanjangan, kata psikoterapis Yulia Klymenko. Stigma yang muncul di masyarakat juga tidak membantu karena istilah seperti "boys don't cry" atau "pria tidak boleh menangis" atau "pria lebih kuat secara fisik."

Korban kekerasan fisik, psikologi, dan seksual mungkin banyak ditemukan di masyarakat. Menurut Klymenko, klien-kliennya yang memiliki trauma dari jenis kekerasan apapun perlu ditangani dalam jangka panjang, apapun gender atau usianya.

Related

Romance 6862216894259380735

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item