iPhone, Produk Sukses yang Menyedot Banyak Sumber Daya Bumi (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (iPhone, Produk Sukses yang Menyedot Banyak Sumber Daya Bumi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Seperti Cerro Rico di Bolivia, timah juga tersedia di Pulau Bangka, Indonesia. Melalui Foxconn, tangan kanan Apple untuk menciptakan iPhone, timah Bangka juga ikut serta menjadi bahan baku iPhone. Sialnya, kisah timah Bangka mirip dengan Cerro Rico. 

Menurut Merchant, pada 2014 saja, 1 orang penambang timah tewas per pekan. Kisah lain, kobalt dan tantalum diperoleh Apple dari Republik Demokratik Kongo. Seperti halnya di Bolivia, penambangan kobalt dan tantalum melibatkan anak-anak.

Secara menyeluruh, meskipun satu unit iPhone 6 memiliki berat 129 gram, dibutuhkan kumpulan material seberat 34 kilogram untuk menciptakannya. Bermacam material Bumi seberat 34 kilogram itu hanya dibeli Apple senilai $1, dengan 56 persen dari nilai itu dibayarkan hanya untuk membeli emas. 

Artinya, ketika sukses menjual 1 miliar unit iPhone pada 2016, Apple menambang 34 miliar kilogram material tambang tersebut dari perut Bumi.

Mengekstraksi material tambang perlu air. Tercatat, untuk menciptakan 1 unit iPhone, Apple butuh 100 liter air. Artinya, dibutuhkan 100 miliar liter air untuk 1 miliar iPhone. Selain air, ekstraksi juga kadang membutuhkan sianida, khususnya emas. Untuk mengolah emas yang hanya menyumbang 0,01 persen total berat satu unit iPhone, Apple butuh 20,5 gram sianida.

Derita buruh kasar dan kerusakan lingkungan yang terjadi untuk menciptakan suatu produk, tentu saja, tak hanya dilakukan Apple.

Dalam laporannya untuk Quartz, Cassie Werber menulis bahwa Apple memang menyatakan akan berbenah setelah menyaksikan kerusakan lingkungan dan penderitaan pekerja tambang, khususnya anak-anak. 

Apple mengklaim tengah berupaya menggunakan energi terbarukan dan berjanji suatu saat tidak akan menambang lagi material Bumi untuk menciptakan produk. Daur ulang jadi jalan keluar.

Lisa Jackson, Direktur Tata Lingkungan, Kebijakan, dan Inisiatif Sosial Apple, dalam keteranganya pada Werber, menyatakan Apple “kini tengah berupaya menihilkan jejak karbon yang diciptakan perusahaannya”. 

Masalahnya, untuk memperoleh material Bumi, Apple mendelegasikan ke perusahaan pihak ketiga, dan perusahaan pihak ketiga itu mendelegasikan pula produk jualannya pada perusahaan pihak ketiga lain, begitu seterusnya. Maka, upaya membuat produk yang ramah lingkungan lagi ramah pekerja merupakan usaha yang kompleks.

Selain kompleksitas pihak ketiga, teknologi daur ulang yang benar-benar mumpuni, yang bisa digunakan untuk membuat Apple tidak perlu menambang material dari perut Bumi, belum tersedia. 

Jackson mengakui hingga hari ini belum ada cara untuk mengekstrak kobalt dari baterai yang sudah tidak terpakai. Belum ada pula teknologi untuk mengambil disprosium dan neodymium dari magnet yang tersemat dalam iPhone bekas.

Salah satu usaha Apple untuk ramah lingkungan adalah dengan menciptakan robot bernama Daisy, robot yang bertugas melucuti produk-produk Apple bekas. Masalahnya, Daisy belum bekerja dengan kapasitas penuh. Ia baru sanggup melucuti 1,2 juta iPhone bekas per tahun.

Werber akhirnya bertanya, apakah upaya Apple menjadi perusahaan “hijau” sebatas memperkuat citra, merek, atau benar-benar usaha tulus? Hanya Apple yang tahu jawabannya.

Related

Smartphone 3205211002130630058

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item