Gara-gara Konten TikTok, Berujung Masuk Penjara (Bagian 1)


Isak tangis mewarnai hari pertama Ana Sona Sonia menjenguk suaminya, Wahyu Dwi Nugroho yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang, Jakarta Timur. Hari itu, Senin, 15 Mei 2023. Wahyu yang baru menjalani penahanan selama empat hari berusaha menyembunyikan luka lebam, mulai dari wajah hingga punggung, dari istrinya, namun tak bisa. 

“Mukanya bonyok, tangannya berdarah, punggungnya juga,” ungkap Ana ketika dihubungi, Rabu, 17 Mei 2023.

Wahyu tak punya pilihan selain menceritakan bagaimana ia dihajar oleh para sipir, kepada Ana. Saat itu, Wahyu baru hitungan jam menginjakkan kaki di Lapas Cipinang, yakni mulai Kamis, 11 Mei 2023 lalu. Para sipir, yang mula-mula menyuruh push-up, berganti melakukan kekerasaan karena menganggap Wahyu melakukan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, dan golongan (SARA). 

“Sipirnya teriak, lo nistain agama ya?! Disitu dia (Wahyu) langsung dipukuli, tanpa suami saya dikasih kesempatan untuk menjelaskan,” ujar Ana sebagaimana diceritakan Wahyu. 

Bahkan, salah satu sipir ada yang merekam video aksi perpeloncoan tersebut. “Pas ditanya suami saya mengapa merekam, sipir-sipir malah makin marah. Kepala suami saya ditendang, punggungnya juga diinjak,” ungkapnya. 

Wahyu harus masuk penjara setelah pernyataannya dianggap mengandung ujaran kebencian. Pelapor menggunakan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Perkara hukum berlanjut, sekalipun pasal-pasal tentang ujaran kebencian UU ITE tersebut telah dinyatakan tidak berlaku seiring dengan pengesahan KUHP baru. Isi dari pasal-pasal penggantinya dialihkan ke dalam Pasal 243 ayat (1) jo ayat (2) UU KUHP.

“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

***

Penahanan terhadap Wahyu dilakukan usai polisi melakukan empat kali pemanggilan pemeriksaan. Pertama kali dilakukan pada Senin, 5 September 2022. Ketika itu, Wahyu diperiksa di Polda Metro Jaya. Tiga bulan berselang, tepatnya pada 23 Desember 2022 ia kembali menjalani pemeriksaan. Sedangkan pemanggilan ketiga dilakukan hanya berselang kurang dari 2 minggu, Kamis, 5 Januari 2023. Pemeriksaan ke-4 berlangsung pada Senin, 13 Februari 2023. Menurut Ana, status Wahyu dalam rentetan pemeriksaan itu masih sebatas saksi. 

Namun sebulan berselang, 15 Maret 2023, Ana kaget bukan kepalang. Pada pukul 11 siang, tiba-tiba tiga orang polisi menyambangi rumahnya sambil membawa surat penangkapan dan penahanan terhadap Wahyu. 

“Ya Allah, saya kaget banget. Mana kejadian itu disaksikan anak-anak. Padahal suami saya kan cuma menyerukan ketidakadilan yang dirasakan. Tapi kok jadi sebesar ini (dampaknya),” ujar Ana bertanya-tanya. 

Perkara yang menjerat suami Ana bermula dari konten video Tiktok yang diunggah pada 29 Juli 2022. Dalam video tersebut suaminya mengeluhkan pemasangan spanduk yang berisi larangan bagi jamaah Majelis Taklim Al-Busyro, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat untuk berbelanja di sekitar lokasi kegiatan keagamaan. 

“PERHATIAN! DILARANG KERAS! Berbelanja di warung-warung di seputar Al-Busyro. Sanksi: Anda Diberhentikan dari Majelis Ta’lim,” begitu bunyi larangan yang tertulis dalam spanduk berkelir kuning, hitam, dengan salah satu kata ditulis menggunakan warna merah. 

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang di sekitarnya. Sedih banget bacanya. Toko kami nggak besar, cuma cukup buat makan sehari-hari dan sekolah anak. Nggak juga bisa beli tanah atau rumah. Kok sampai hati bikin spanduk seperti ini ya,” tulis Wahyu menanggapi seruan tersebut dalam video Tiktoknya. 

Wahyu dan Ana yang memiliki toko di sekitar Majelis Taklim Al-Busyro merasa keberatan dengan larangan tersebut. Terlebih jarak antara toko pakaiannya dengan lembaga pendidikan agama nonformal itu terbilang dekat, tak lebih dari 500 meter. “Padahal kami tidak pernah bermasalah dengan majelis taklim,” ucap Ana.

Ana mengatakan bahwa suaminya tak pernah menyangka video Tiktoknya bisa menjadi viral dan memperoleh sedikitnya 1.075 komentar. Dari jumlah itu, ada enam komentar yang dibalas Wahyu. Salah satunya ialah keluhan di mana keluarga Wahyu tak bisa pulang ke rumah, apabila majelis taklim tengah melakukan kegiatan. 

“Di komplek perumahan saya, setiap majelis ini mengadakan acara selalu diminta sumbangan Rp50 ribu per rumah, dan setiap dia bikin acara kita nggak bisa pulang ke rumah,” begitu tulisnya.  

“Karena semua jalanan dialihkan hanya jamaah mereka saja yang boleh lewat. Kita yang punya rumah di sana, disuruh putar jalan ke jalanan yang jauh,” Wahyu melanjutkan komentarnya.  

Komentar ini yang kemudian diperkarakan Zakiyah, anak Pimpinan Majelis Taklim Al Busyro, Habib Alwi Bin Abdurrahman Assegaf, serta suaminya, Roshan Arrosyan. Keduanya menganggap apa yang ditulis Wahyu sebagai berita bohong, serta menggiring opini masyarakat untuk membenci Majelis Taklim Al-Busyro. 

“Kalian telah memfitnah sudah menyebarkan berita ini,” ujar Roshan ketika itu seperti ditirukan Ana. 

Baca lanjutannya: Gara-gara Konten TikTok, Berujung Masuk Penjara (Bagian 2)

Related

News 6581059755457563366

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item