Ironi di Hari Buruh: Akibat Wabah Corona, Pekerja Kena PHK Tanpa Pesangon

Ironi di Hari Buruh: Akibat Wabah Corona, Pekerja Kena PHK Tanpa Pesangon, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua juta orang. Hari Buruh yang jatuh pada Jumat kemarin pun disambut dengan suram oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya ke jalan, karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Mansyur kehilangan pekerjaannya di sebuah pabrik manufaktur mesin-mesin industri dan konstruksi di Sidoarjo, Jawa Timur. Pria berusia 38 tahun ini di-PHK oleh pabrik tempatnya bekerja selama 13 tahun pada awal April, dan sekarang ia dan rekan-rekannya sedang memperjuangkan hak untuk mendapat pesangon. Ia menghitung pesangon yang seharusnya didapatkannya sebesar lebih dari Rp107 juta.

"[Hari Buruh] tahun ini sangat jauh berbeda [dibanding tahun kemarin]. Masalahnya untuk tahun ini [acara yang digelar pada] 1 Mei agak berkurang. Dulu kan bisa tumpengan, menggelar acara tahlilan, sekarang tidak bisa, cuma bisa mengucapkan selamat May Day, karena keterbatasan PSBB," kata ayah tiga anak ini.

Ketika diberitahu bahwa ia di-PHK dari pabrik, pria ini merasa "agak goyah" dan "campur aduk."

"Agak goyah ya, maksudnya [saya] punya kebutuhan [membayar kredit] di bank, ada sepeda motor, bayar kontrakan, anak yang masih sekolah. Mau mudik [ke Jember] tidak bisa, [ada] PSBB, jadi mau tidak mau harus menetap di sini dulu sementara," katanya.

"[Perasaan saya] campur aduk, pusing, kalau tidur itu gak bisa, pikirannya bercabang-cabang."

Ia mengatakan tengah mencari pekerjaan lain, namun hal tersebut sulit dilakukan di tengah keterbatasan pergerakan karena PSBB.

"Saya untuk sementara masih fokus ini [mendapat uang pesangon]... bergabung bersama anak-anak yang lain, memberi support sama teman-teman yang lain biar semangat terus, biar semangat untuk memperjuangkan hak-hak karyawan," ujar Mansyur.

Mansyur kini sehari-hari sibuk bersama istrinya merawat anak-anak, yang berusia 8 tahun, 5 tahun, dan 5 bulan, dan mengerjakan pekerjaan rumah. Keluarganya kini mengandalkan uang tabungannya, namun ia memprediksi itu akan habis dalam satu bulan ke depan.

"Kemungkinan satu bulan ini saja, habis sudah. Setiap bulan bayar kontrakan, sepeda motor, lampu [listrik]. Istri mau nggak mau harus menerima. Sangat sedih sekali, kita sebagai orang tua tidak punya baju baru dan yang lain [saat Lebaran] nggak masalah, cuma kita lihat anak istri sangat sedih," ujar Mansyur.

Tak punya tabungan

Neng Hasanah di Sukabumi, Jawa Barat, juga baru-baru ini kehilangan pekerjaannya di sebuah pabrik garmen yang memproduksi pakaian jadi, untuk merek internasional. Kontraknya tidak diperpanjang sejak 13 Maret, meski ia telah bekerja di pabrik tersebut selama dua tahun.

"Atasan [saya] bilang `harap kalian semua mengerti, bukan apa-apa, ini kan barang [pasokannya] berkurang`, katanya begitu," kata perempuan berusia 32 tahun tersebut.

"Kalau yang dirumahkan, tidak terlalu banyak juga. Kemarin ada 400 orang yang keluar, yang kontraknya habis."

Ibu dua anak ini mengatakan pusing memikirkan bagaimana memberi uang saku anak-anaknya, dan membayar pengeluaran setiap bulan seperti cicilan sepeda motor, televisi, dan pengeras suara. Suami Neng bekerja serabutan, dan dibayar setiap dua minggu sekali, katanya. Keluarganya juga tidak memiliki tabungan.

"Kalau kesulitan mah kesulitan, bingung ya. Kalau bulan puasa mah banyak pengeluaran, risiko juga dobel. Risiko sehari-sehari seperti jajan anak. Biasanya satu hari [uang jajan untuk] anak paling besar dikasih Rp40.000 atau Rp30.000, sekarang jadi Rp15.000 atau Rp10.000. Kalau nggak ada sama sekali ya nggak ada," ujar Neng.

Menurut Neng, ada kemungkinan perusahaan tempatnya bekerja tidak sanggup membayar uang Tunjangan Hari Raya (THR) para pekerjanya, sehingga ia melepas buruh kontrak.

"Kemarin waktu habis kontrak, dibilang akan dirumahkan satu minggu, tapi [ketika saya] mau masuk lagi, katanya diistirahatkan satu bulan, sampai sekarang saya belum masuk lagi. Bahkan yang masih ada kontrak 3 bulan, 6 bulan, itu dikeluarin, tapi tidak semua," kata Neng. "Mungkin karena nggak mau ngasih uang THR, akibat [virus] corona."

Ia juga mengaku jenuh hanya berdiam diri di rumah, namun ia tidak memiliki pilihan lain karena saat ini sulit mencari pekerjaan di pabrik lain.

"Masih menunggu saja [bagaimana situasi] habis Lebaran. Soalnya kan di pabrik garmen mana-mana juga sekarang tidak bakalan menerima [pekerja baru], nanti habis Lebaran, baru [mempekerjakan]. Karena kebanyakan yang masih kerja juga di-PHK," ujar Neng.

Neng mengaku sempat didata sebagai penerima bantuan uang tunai sebesar Rp300.000, namun sampai sekarang ia belum menerimanya.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 929095352753158344

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item