Tatsuno, Kota di Jepang yang Bermandikan Cahaya Kunang-kunang

Tatsuno, Kota di Jepang yang Bermandikan Cahaya Kunang-kunang, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Ketika matahari terbenam di kota Tatsuno, Jepang, ribuan kunang-kunang mulai bersinar.

Namun pada musim panas tahun ini, momen tarian serangga bercahaya itu berlangsung tanpa penonton, setelah langkah-langkah pencegahan virus corona memaksa penyelenggara Festival Kunang-kunang membatalkan acaranya.

Keputusan itu mungkin mengecewakan penggemar Festival Kunang-kunang, tetapi tanpa kehadiran manusia, kawanan serangga itu memancarkan cahayanya lebih paripurna.

Fenomena alam itu hanya berlangsung 10 hari di awal musim panas, sebelum kunang-kunang akhirnya mati.

"Cahaya adalah salah satu perilaku kawin kunang-kunang. Mereka bersinar untuk berkomunikasi antara jantan dan betina," Katsunori Funaki, dari divisi pariwisata kota Tatsuno, mengatakan kepada AFP, seperti yang dikutip pada Rabu (8/7).

"Selama periode singkat 10 hari, mereka menemukan pasangan dan bertelur untuk tahun berikutnya."

Ketika musim panas berlangsung tanpa hujan atau angin, sebanyak 30 ribu kunang-kunang berterbangan selama 10 hari di Tatsuno, sebuah kota yang terletak di sungai di prefektur Nagano tengah.

"Catatan sejarah mengatakan sejumlah besar kunang-kunang terlihat di sepanjang sungai Tenryu pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20," kata Walikota Tatsuno Yasuo Takei.

Tetapi kawanan kunang-kunang hampir punah di daerah itu, karena industri sutra dan lainnya berkembang lebih jauh ke hulu dan menciptakan polusi.

Setelah Perang Dunia II, kota ini bekerja keras untuk memulihkan lingkungan dan melindungi kunang-kunang, dan serangga itu sekarang menarik puluhan ribu pengunjung selama festival kunang-kunang musim panas tahunan.

Serangga yang berharga

"Ketika kita memiliki banyak kunang-kunang, kita mendapatkan pemandangan spektakuler yang penuh dengan cahaya, dengan pancaran bintang dan kunang-kunang yang terpantul di air," kata Takei.

Kunang-kunang sering dikatakan sebagai bukti lingkungan alami yang masih asli, tetapi serangga hanya tumbuh subur ketika kondisi lain juga terpenuhi.

"Untuk membantu kunang-kunang, kita harus memiliki siput bernama 'kawanina'," kata Funaki.

Kunang-kunang menghabiskan sekitar sembilan bulan dari siklus hidup setahun mereka di air tawar, dan bayinya tumbuh dengan memakan siput, kata Funaki.

Kota ini juga telah menciptakan taman lengkap dengan parit untuk membawa air segar dari sungai dan air terjun untuk menghasilkan habitat air yang kaya oksigen untuk serangga.

Keheningan pada musim kawin kunang-kunang tahun ini membuat suasana Tatsuno terasa menyedihkan, kata Takei.

"Cahaya yang menyinari sangat mengesankan, membuat saya merasa bahwa saya juga harus tetap optimis menjalani hidup di tengah pandemi ini," katanya.

Festival Kunang-kunang diadakan sekitar akhir Juni di penjuru Jepang sejak turun temurun.

"Ini mungkin bagian dari tradisi unik Jepang, namun kehadiran mereka sangat berharga bagi manusia yang hanya bisa melihatnya dalam waktu singkat," kata Takei.

Penyelenggara festival, Tatsuki Komatsu, mengatakan dia merasa serangga "mencari pasangan lebih bebas tanpa manusia di sekitarnya" tetapi mengatakan dia berharap festival itu bisa diadakan lagi tahun depan.

"Kunang-kunang adalah makhluk yang tumbuh lebih dari setahun dan terbang dalam 10 hari untuk melahirkan generasi berikutnya sebelum mati," katanya.

"Kami ingin merawat mereka sehingga mereka akan meninggalkan telur untuk tahun depan dan kita tetap bisa melihat kunang-kunang menari dengan luar biasa."

Related

World's Fact 1119816173955550750

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item