Terungkap! Data Kemiskinan di Indonesia ternyata Kacau, Ini Penyebabnya
https://www.naviri.org/2020/07/terungkap-data-kemiskinan-di-indonesia.html
Naviri Magazine - Data kemiskinan terus menjadi persoalan pemerintah karena terjadi perbedaan antar Kementerian Lembaga (KL). Perbedaan data kemiskinan membuat kebijakan yang menyasar masyarakat miskin jadi kurang tepat sasaran.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, salah satu penyebab utama kacaunya data kemiskinan adalah kelakuan kepala daerah yang kerap melakukan manipulasi data menjelang Pilkada.
Incumbent yang kembali mencalonkan diri akan membuat angka kemiskinan jadi seolah-olah turun agar terlihat berprestasi. Tapi sebelum itu, sang kepala daerah akan menaikkan dulu angka kemiskinan agar anggaran bantuan sosial (bansos) naik.
“Nah lucunya, kalau mau Pilkada itu turun, diturun-turunkan garis kemiskinan. Jadi waktu mau Pilkada garis kemiskinan naik sehingga bansos banyak. Tapi ketika terpilih, mereka berusaha menurun drastis dan kalau mau dibantu, di kami tingkat kemiskinan rendah sebagai prestasi kepala daerah,” kata Suharso Monoarfa saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VIII.
Selain manipulasi oleh kepala daerah, perbedaan data kemiskinan juga muncul lantaran adanya daerah-daerah yang tidak melakukan pembaruan data secara rutin.
“APBN itu sangat dipengaruhi oleh data-data dari daerah, sekali daerah itu tidak melakukan update maka tentu datanya pasti terjadi sesuatu di sana. Jadi itu persoalan kita sebenarnya,” urai Suharso.
Garis kemiskinan di tiap kabupaten dan kota pun berbeda-beda. Misalnya untuk Kabupaten Bandung garis kemiskinan per orang sekitar Rp 345.177 per bulan. Sementara untuk Kota Bandung sekitar Rp 477.488 per orang dalam sebulan.
Sementara itu, dalam pembukaan rapat, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto melaporkan setidaknya terdapat 411 kabupaten dan kota yang belum melakukan update data kemiskinan. Ia mencatat terdapat 2.000 orang yang mendapat bantuan sosial tapi tidak bisa terdeteksi keberadaannya.
“Kemarin ada 2.000 orang mendapat bantuan tapi tidak bisa dikonfirmasi,” sambung Yandri Susanto.